KPK Sebut Suap Panitera Pengadila Negeri Jakarta Selatan Gunakan Cara Lama
Ini malah balik ke sistem yang gampang pembuktian yang memudahkan kami (KPK). Bukan berubah menjadi canggih, malah jadi konvensional,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sukses membongkar dugaan suap terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait putusan perkara perdata yang ditangani PN Jakarta Selatan.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan cara suap yang dilakukan antara Akhmad Zaini (AKZ), Kuasa Hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) kepada Tarmizi (TMZ), panitera pengganti pada PN Jakarta Selatan merupakan cara lama.
Dimana Akhmad Zaini mentranfer uang ratusan juta rupiah melalui rekening Teddy Junaedi (TJ), pegawai honorer pada PN Jakarta Selatan.
"Ini malah balik ke sistem yang gampang pembuktian yang memudahkan kami (KPK). Bukan berubah menjadi canggih, malah jadi konvensional," kata Agus Rahardjo, Selasa (22/8/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: 11 Pesawat Tempur Sukhoi SU-35 Setengahnya Akan Dibayar Dengan Komoditas
Diketahui, Senin (21/8/2017) penyidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait dugaan suap terhadap panitera pengganti pada PN Jakarta Selatan.
Dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan lima orang di areal PN Jakarta Selatan.
Mereka yakni Akhmad Zaini (AKZ), Kuasa Hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI), Tarmizi (TMZ), panitera pengganti pada PN Jakarta Selatan, Teddy Junaedi (TJ), pegawai honorer pada PN Jakarta Selatan, Fajar Gora (FJG) kuasa hukum PT ADI, dan Solihan (S) sopir rental yang disewa Akhmad Zaini.
Baca: KPK Sudah Menguntit Penyuap Panitera PN Jakarta Selatan Sejak Dari Bandara Soekarno-Hatta
Setelah dilakukan pemeriksaan awal, yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Panitera Pengganti pada PN Jakarta Selatan dan KPK meningkatkan status penangnan perkara ke penyidikan.
Sejalan dengan peningkatan ke penyidikan, KPK juga menetapkan dua tersangka yakni Akhmad Zani dan Tarmizi sebagai tersangka.
Diduga pemberian uang oleh Akhmad Zani ke Tarmizi ialah agar gugatan EJFS, Ptr, Ltd terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT AdI.
Dalam komunikasi antara Akhmad Zani ke Tarmizi, Tarmizi sempat meminta Rp 750 juta untuk mengamankan perkara tapi akhirnya disepakati Rp 400 juta yang diberikan secara tranfer.
Transfer pertama pada 22 Juni 2017, dari Akhmad Zaini ke Teddy Junaedi senilai Rp 25 juta sebagai dana operasional.
Lalu pada 16 Agustus 2017, dikirim kembali uang Rp 100 juta dari Akhmad Zaini ke Teddy Junaedi.
Terakhir pada 21 Agustus 2017, juga melalui tranfer, senilai Rp 300 juta.Diduga total penerimaan Rp 425 juta.
Diketahui gugatan perkara perdata wanprestasi ke PN Jaksel dengan penggungat EJFS dan tergugat PT ADI didaftarkan 4 Oktober 2016 dengan no perkara 688/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL.
PT ADI digugat karena telah melakukan perbuatan cedera janji atau wanprestasi karena tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang mengakibatkan kerugian bagi penggungat.
Penggugat menuntut pembayaran ganti rugi senilai kurang lebih USD 7,6 juta dan 131 Dollar Singapura.
Untuk mengamankan kasus tersebut diduga dilakukan komunikasi antara Akhmad Zaini selaku kuasa hukum PT ADI dengan panitera pengganti pada PN Jaksel, Tarmizi.
Disepakati dana Rp 400 juta antar keduanya untuk menolak gugatan tersebut. Putusan rencananya dibacakan pada Senin (21/8/2017) setelah beberapa kali ditunda.
Atas perbuatannya sebagai pemberi Akhmad Zaini disangkakan melanggar Pasal 5 5 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagai pihak diduga penerima, Tarmizi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.