Aher: Berita Hoax Itu Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah
Pers, media massa, ataupun media sosial, memiliki sejumlah fungsi. Diantaranya, fungsi informasi yang menyajikan berita kepada masyarakat.
Editor: Content Writer
Pers, media massa, ataupun media sosial, memiliki sejumlah fungsi. Diantaranya, fungsi informasi yang menyajikan berita kepada masyarakat tentang suatu kejadian. Kemudian Fungsi hiburan yang bermuatan minat masyarakat, atau entertainment. Fungsi pendidikan yang menyajikan pengetahuan. Serta yang terpenting adalah fungsi kontrol sosial, dimana media menjadi penyeimbang terhadap peran sosial dan politik masyarakat.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) menyatakan, informasi yang disajikan media, haruslah merupakan fakta, kejadian yang benar, atau berasal dari narasumber yang kredibel.
Karena kata Aher, melihat kondisi saat ini, sangatlah rawan masyarakat mengkonsumsi berita bohong, bahkan fitnah, yang kini diistilahkan 'hoax'. Tak jarang, berita yang mengkhianati kode etik tersebut juga mengandung unsur adu domba, bahkan dengan bahasa yang kurang baik. Namun mirisnya, justru tak sedikit masyarakat yang malah reaktif dan turut menjadi penyebar informasi 'hoax' tersebut.
Adapun fenomena 'hoax' sambung Aher, merupakan efek samping dari kemajuan teknologi informasi. Tumbuh kembangnya penggunaan media sosial, membuat setiap orang bisa memposisikan dirinya sebagai jurnalis (citizen jurnalisme), yang dengan mudah disebar luaskan secepat kilat berkat internet.
"Kini setiap orang bisa berperan sebagai pers, Ia bisa buat berita sendiri, menyebarkan sendiri. Kalaulah disebuah perusahaan media ada pimpinan redaksi (pimred), ya setiap orang bisa jadi pimred juga untuk dirinya masing-masing," ungkap Aher, pada acara Jambore PR Indonesia (JAMPIRO), di Ballroom Hotel Grand Keisha, Jalan Gejayan No. 9, Yogyakarta, Rabu (23/08/17).
Menurut hasil survey Puskakom UI dan APJII penggunaan internet terbanyak adalah; jejaring sosial 87,4%, mesin pencari 68,7%, chatting 59,9%, dan pencarian berita 59,7%.
Gubernur Aher pun mencontohkan bahwa 'hoax' pun telah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Seperti contohnya, fitnah Al Walid bin Urwah kepada Bani Mustahiq yang hampir menyebabkan perang. Serta contoh lainnya, fitnah kaum Munafik kepada Ummul Mukmin Siti Aisyah hingga menyebabkan perpecahan ummat.
Maka untuk menjawab fenomena liteterasi media yang menyimpang pada masyarakat tersebut, Gubernur Aher menawarkan konsep Jurnalisme Tabayyun.
Dalam Jurnalisme Tabayyun, Aher menganjurkan setiap masyarakat yang menerima berita, selalu teliti dalam memperhatikan narasumber. Selain itu, penerima berita perlu juga teliti memeriksa konten dan bukti, atau fakta berita dari narasumber.
Aher mengimbau masyarakat, agar tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita ketika baru diterimanya, dengan merujuk prinsip bukan saja 'cover both sides' namun 'cover all side'.
Aher juga menuturkan sejumlah pilar Tabayyun, yaitu 'shidiq', pembela dan penegak kebenaran. Artinya pers harus berpihak dan membela kebenaran. Kemudian Amanah, artinya terpercaya dan dapat dipercaya. Seorang jurnalis harus jujur dengan data dan fakta dilapangan, tidak boleh memanipulasi bahkan mendistorsi fakta.
"Tabligh, menyampaikan, seorang jurnalis harus menginformasikan berita atau kejadian yang sesungguhnya. Tentu tak ketinggalan yaitu Fathonah, artinya cerdas dan berwawasan luas" Sambung Aher.
Maka Gubernur mengajak masyarakat dan insan pers untuk membangun pers yang sehat.
"Semua bersepakat membangun pers yang sehat. Kebebasan pers membangun kesadaran kolektif bangsa agar mengakselerasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. kebebasan berbatasan dengan kebebasan yang lain. Mengedukasi masyarakat agar sadar akan hak dan kewajibannya," Ujar Aher.