Mendikbud Gelar Dengar Pendapat Dengan Uskup Agung Jakarta
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Effendy datang ke Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Gondangdia, Jakarta Pusat.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Effendy datang ke Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (25/8/2017).
Kedatangannya dalam rangka melakukan dengar pendapat dengan Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo.
Selain menemui Uskup Agung Jakarta, Mendikbud juga disambut 10 pimpinan keuskupan lainnya se-Indonesia.
Yakni Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto, Uskup Agung Denpasar Mgr Silvester Tung Kiem San, Uskup Sanggau (Kalimantan Barat) Mgr Julius Giulio Macuccini.
Baca: Jokowi Undang Sejumlah Rektor ke Istana Pagi Ini
Kemudian, Uskup Agung Makassar Mgr Johannes Liku Ada', Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang, Uskup Agung Medan Mgr Martinus Situmorang.
Lalu Uskup Agung Samarinda Mgr Yustinus Harjosusanto, Uskup Agung Palembang Mgr Aloysius Sudarso, dan Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar.
Dalam pertemuan yang digelar secara tertutup itu Mendikbud mendapat berbagai masukan untuk memperkokoh sistem pendidikan penguatan karakter.
Baca: Ketua Komisi I: Tertangkapnya Jaringan Saracen Membuat Kita Harus Lebih Waspada
Menurut dia, KWI melalui komisi pendidikan Katoliknya merupakan lembaga pendidikan yang sudah lama ada serta berpengalaman dan sangat kuat dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.
Sebagai contoh pendidikan di sekolah asrama atau 'boarding school' dalam pendidikan Katolik yang jelas berbasis nilai dan karakter.
Dimana siswa, pengasuh, dan pimpinan umat Katolik hidup bersama.
"Contoh pendidikan seperti itu bisa menjadi penutan dalam pendidikan penguatan karakter," ucap Muhadjir Effendy.
Baca: Bantah Barang Sitaan, KPK Akui Mobil Sport yang Ditilang Polisi Diblokir Terkait Kasus Ratu Atut
Sementara itu Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo menyatakan pendidikan Katolik juga memiliki sistem pendidikan karakter yang dinamakan 'live in'.
"Melalui 'live in' itu anak-anak mencoba hidup di daerah lain, misal ketika di kota air tinggal nyalakan keran mereka harus jalan empat kilometer dulu untuk mendapatkan air.
Metode semacam itu akan meningkatkan kepekaan sosial dan moral yang jelas menjadi pendidikan karakter."
"Metode itu terbukti meningkatkan kepekaan sosial dan moral di tingkat pendidikan menengah dan bisa dikembangkan secara kreatif," katanya.
Dalam akhir diskusi itu kedua belah pihak saling bertukar cinderamata.