Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kelompok Saracen Diisi Orang-orang Cerdas, Punya Manajerial Isu untuk Sebar Hoax di Medsos

Aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech di media sosial.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kelompok Saracen Diisi Orang-orang Cerdas, Punya Manajerial Isu untuk Sebar Hoax di Medsos
Repro/KompasTV
Tiga tersangka anggota kelompok Saracen, penyedia jasa penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan hoax untuk menyerang suatu kelompok tertentu, yakni (dari kiri) JAS alias Jasriadi (32), ketua sindikat Saracen, Muhammad Faizal Tonong, pemilik akun Faizal Muhammad Tonong atau Bang Izal (43), ketua bidang media informasi, dan Sri Rahayu Ningsih (32), koordinator grup Saracen wilayah Jawa Barat. Jasriadi ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau, Muhammad Faizal Tonong ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 20 Juli 2017, sedangkan Sri Rahayu Ningsih ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017 lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech di media sosial.

Pengendali grup penyebar konten provokasi terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) di media sosial itu diisi orang-orang pintar yang mengikuti informasi terkait.

Berdasarkan penyidikan aparat kepolisian, Saracen mempunyai 2.000 akun media sosial yang kemudian berkembang menjadi 800.000 akun yang digunakan untuk menyebar konten kebencian.

Sindikat ini tidak terikat di satu kelompok, tetapi bergerak membuat konten sesuai selera pemesan, salah satunya kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo.

Analisis Kebijakan Madya Bidang Penmas Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Pudjo Sulistyo, mengatakan para pelaku mempunyai kecerdasan di atas rata-rata termasuk Ketua Saracen, Jasriadi.

Terbukti, Jasriadi dan tim dapat mengendalikan follower sehingga bekerja militan saat menyebarkan provokasi berbau SARA.

"Mereka dapat mengatur manajerial yang tidak bisa dijumpai, follower militan. Tentu itu orang cerdas. Tak gampang memelihara follower ratusan ribu," tutur Pudjo, kepada wartawan, Sabtu (26/8/2017).

Berita Rekomendasi

Para pengguna jasa disinyalir memanfaatkan jasa konten ujaran kebencian, Saracen untuk menyerang lawan politik.

Polri masih berupaya mengungkap sindikat itu termasuk melacak para pengorder jasa.

Sejauh ini, aparat kepolisian menemukan perihal isu-isu yang dipelintir grup Saracen mulai dari ekonomi hingga sosial.

Saracen memperdagangkan isu-isu terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) untuk mendapatkan keutungan ekonomi.

Para pelaku menyebarkan isu itu sesuai pesanan.

"Jadi, kalau masalah motif politik, itu tentu saja orang yang memesan. Para pelaku motif ekonomi, motif politik, motif ekonomi, motif sosial, macam-macam. Yang memesan ini tentu saja konten tentang hoax, tentang ekonomi ada, tentan sosial ada. Makanya motif-motif, sebelumnya adalah ekonomi, tetapi masalah pemesan ini berbagai motif," kata Pudjo.

Aparat kepolisian sudah menangkap tiga orang terkait kasus ini di lokasi berbeda.

Muhammad Faizal Tanong (43) ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 21 Juli 2017, Jasriadi (32) ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus 2017, dan Sri Rahayu Ningsih diamankan di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017.

Sepak terjang sindikat tersebut sudah sejak lama diperhatikan oleh aparat kepolisian. Namun, pengungkapan itu memakan waktu lama.

Dari proses mapping itu, ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok besar yang bernama Saracen tersebut.

Tarif Rp 72 Juta

Kelompok Saracen menetapkan tarif puluhan juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.

Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.

"Infonya sekitar Rp 72 juta per paket," ujar Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan situs sebesar Rp 15 juta dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta per bulan.

Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta.

Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan.

Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.

Penyidik, kata Awi, masih mendalami soal proposal tersebut.

"Ini kan baru data-data yang ditemukan dari yang hersangkutan. Kami tidak percaya begitu saja. Perlu pendalaman," kata Awi.

Awi mengatakan, para tersangka tertutup untuk mengungkap siapa saja pihak yang memesan konten kepada kelompok Saracen.

Penyidik perlu bukti untuk menguatkan adanya transaksi antara pihak pemesan dengan Saracen.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan JAS, MFT, dan SRN sebagai tersangka.

Kelompok Saracen telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas