Kelompok Saracen Diisi Orang-orang Cerdas, Punya Manajerial Isu untuk Sebar Hoax di Medsos
Aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech di media sosial.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech di media sosial.
Pengendali grup penyebar konten provokasi terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) di media sosial itu diisi orang-orang pintar yang mengikuti informasi terkait.
Berdasarkan penyidikan aparat kepolisian, Saracen mempunyai 2.000 akun media sosial yang kemudian berkembang menjadi 800.000 akun yang digunakan untuk menyebar konten kebencian.
Sindikat ini tidak terikat di satu kelompok, tetapi bergerak membuat konten sesuai selera pemesan, salah satunya kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Analisis Kebijakan Madya Bidang Penmas Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Pudjo Sulistyo, mengatakan para pelaku mempunyai kecerdasan di atas rata-rata termasuk Ketua Saracen, Jasriadi.
Terbukti, Jasriadi dan tim dapat mengendalikan follower sehingga bekerja militan saat menyebarkan provokasi berbau SARA.
"Mereka dapat mengatur manajerial yang tidak bisa dijumpai, follower militan. Tentu itu orang cerdas. Tak gampang memelihara follower ratusan ribu," tutur Pudjo, kepada wartawan, Sabtu (26/8/2017).
Para pengguna jasa disinyalir memanfaatkan jasa konten ujaran kebencian, Saracen untuk menyerang lawan politik.
Polri masih berupaya mengungkap sindikat itu termasuk melacak para pengorder jasa.
Sejauh ini, aparat kepolisian menemukan perihal isu-isu yang dipelintir grup Saracen mulai dari ekonomi hingga sosial.
Saracen memperdagangkan isu-isu terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) untuk mendapatkan keutungan ekonomi.
Para pelaku menyebarkan isu itu sesuai pesanan.
"Jadi, kalau masalah motif politik, itu tentu saja orang yang memesan. Para pelaku motif ekonomi, motif politik, motif ekonomi, motif sosial, macam-macam. Yang memesan ini tentu saja konten tentang hoax, tentang ekonomi ada, tentan sosial ada. Makanya motif-motif, sebelumnya adalah ekonomi, tetapi masalah pemesan ini berbagai motif," kata Pudjo.
Aparat kepolisian sudah menangkap tiga orang terkait kasus ini di lokasi berbeda.