Kelompok Saracen Diisi Orang-orang Cerdas, Punya Manajerial Isu untuk Sebar Hoax di Medsos
Aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech di media sosial.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
Muhammad Faizal Tanong (43) ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 21 Juli 2017, Jasriadi (32) ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus 2017, dan Sri Rahayu Ningsih diamankan di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017.
Sepak terjang sindikat tersebut sudah sejak lama diperhatikan oleh aparat kepolisian. Namun, pengungkapan itu memakan waktu lama.
Dari proses mapping itu, ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok besar yang bernama Saracen tersebut.
Tarif Rp 72 Juta
Kelompok Saracen menetapkan tarif puluhan juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.
Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.
"Infonya sekitar Rp 72 juta per paket," ujar Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan situs sebesar Rp 15 juta dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta per bulan.
Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta.
Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan.
Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.
Penyidik, kata Awi, masih mendalami soal proposal tersebut.
"Ini kan baru data-data yang ditemukan dari yang hersangkutan. Kami tidak percaya begitu saja. Perlu pendalaman," kata Awi.
Awi mengatakan, para tersangka tertutup untuk mengungkap siapa saja pihak yang memesan konten kepada kelompok Saracen.
Penyidik perlu bukti untuk menguatkan adanya transaksi antara pihak pemesan dengan Saracen.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan JAS, MFT, dan SRN sebagai tersangka.
Kelompok Saracen telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten. (*)