Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gratifikasi Dirjen Hubla: dari Keris, Tombak Sampai Cincin, KPK Sedang Telusuri Asal-Usulnya

"‎Itu semua diduga gratifikasi yang diterima selama yang bersangkutan menjabat. Saat ini masih kami telusuri dari mana saja."

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Gratifikasi Dirjen Hubla: dari Keris, Tombak Sampai Cincin, KPK Sedang Telusuri Asal-Usulnya
Tribunnews.com/Abdul Qodir
Dirjen Hubla Kemenhub Antonius Tonny Budiono (rompi oranye) ditahan petugas KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur Jakarta, Kamis (25/8/2017), usai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) penerimaan suap sebesar Rp20,074 miliar terkait proyek di Kemenhub sepanjang 2016-2017. 

LAPORAN WARTAWAN TRIBUNNEWS.COM, THERESIA FELISIANI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keris, tombak, jam tangan hingga puluhan cincin hasil gratifikasi milik Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), Antonius Tonny Budiono ‎kini berada dibawah penguasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah sebelumnya disita pada Jumat (25/8/2017) lalu.

"‎Itu semua diduga gratifikasi yang diterima selama yang bersangkutan menjabat. Saat ini masih kami telusuri dari mana saja," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (29/8/2017).

Menyangkut gratifikasi, Febri menuturkan sering kali banyak pejabat negara yang selama ‎menjabat tidak menyadari ketika menerima sesuatu dari pihak tertentu sehingga ada yang dikenal dengan istilah ucapan terimakasih atau uang terimakasih atau sejenisnya.

Padahal pegawai negeri atau penyelenggara negara seharusnya menolak kalau ada pemberian pemberian dari pihak yang terkait dengan jabatan tersebut.

"Misalnya kalau ada perusahaan yang ikut tender di institusinya kemudian tiba-tiba memberikan kado dilihat isi kadonya jam tangan, batu akik, atau tiket perjalanan harusnya sejak awal ditolak. Memang ada kondisi tidak bisa ditolak misalnya diberikan secara tidak langsung maka dilaporkan ke KPK. Kami berharap ini jadi pelajaran penting bagi Kementerian Perhubungan ataupun di institusi institusi lain," ujar Febri.

‎Febri melanjutkan jika memang dalam kondisi tertentu tidak dapat menolak, misalnya: diberikan secara tidak langsung, maka wajib dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lama 30 hari kerja sesuai aturan di Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Berita Rekomendasi

Karena apabila gratifikasi itu dilaporkan ke KPK sebelum 30 hari kerja maka ancaman pidana di Pasal 12 B UU Tipikor yang cukup berat, yaitu: seumur hidup atau minimal 4 th dan maksimal 20 tahun dihapus sesuai Pasal 12 C UU Tipikor.

"Pelaporan dapat dilakukan dengam cara langsung datang ke KPK atau melalui email:pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id atau melalui mekanisme pelaporan Gratifikasi Online diwww.gol.kpk.go.id," tegas Febri.

Bahkan demi‎ mempermudah proses pelaporan gratifikasi tersebut. Jika nantinya ada pejabat yang menerima gratifikasi dan belum bisa secara langsung melaporkan ke KPK, KPK juga bekerjasama dengan UPG (Unit Pengendali Gratifikasi) yang dibentuk sebagai mitra KPK di inspektorat/unit pengawasan internal atau kepatuhan masing-masing Kementerian / lembaga.

Sehingga laporan bisa disampaikan ke UPG setempat. Selanjutnya UPG yang akan berkoordinasi denag KPK. Ini sepatutnya menjadi salah satu perhatian jika ingin memperkuat pencegahan korupsi dengan penguatan inspektorat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas