Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pegiat Antikorupsi: Itu Hoax yang Dikembangkan Komisi III DPR

Apalagi bagi Pansus KPK, keterangan koruptor yang sudah divonis bersalah oleh pengadilan dianggap lebih valid

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pegiat Antikorupsi: Itu Hoax yang Dikembangkan Komisi III DPR
Amriyono Prakoso/Tribunnews.com
Erwin Natasmoal 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sangat disayangkan hoax yang dikembangkan Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menganggap operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tegal, Selasa (29/8/2017), merupakan upaya pengalihan isu.

"Menurut saya, itu adalah hoax yang dikembangkan oleh Komisi 3," ujar pegiat Antikorupsi, Erwin Natosmal Oemar kepada Tribunnews.com, Rabu (30/8/2017).

Menurut peneliti di Indonesian Legal Rountable (ILR), politikus seperti Ketua Komisi III DPR adalah pihak-pihak yang dari dulu punya perspektif melemahkan KPK.

Dengan demikian, kata dia, publik tidak usah terlalu terkejut.

Apalagi bagi Pansus KPK, keterangan koruptor yang sudah divonis bersalah oleh pengadilan dianggap lebih valid dari putusan pengadilan.

"Apalagi dalam kasus Miryam, Bambang Soesatyo merupakan salah satu aktor yang diduga kuat ikut merintangi upaya penegakan kasus E KTP yang dilakukan oleh KPK," katanya.

Meski demikian, menurutnya, harus ada mekanisme publik untuk menghukum anggota-anggota parlemen yang berbicara tanpa berpijak pada fakta. Salah satunya dengan melakukan referendum.

Berita Rekomendasi

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menganggap OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tegal, Selasa (29/8/2017), merupakan upaya pengalihan isu.

KPK menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha.

"Menurut saya ini kan mengembangkan opini publik. Kami sudut pandang politik saja. Setiap ada peristiwa pasti ada OTT," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2017).

Ia menambahkan hal itu sama seperti saat mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar melaporkan KPK ke Panitia Khusus Angket KPK karena merasa dikriminalisasi.

Syarifuddin menerima Rp 100 juta dari KPK sebagai biaya ganti rugi atas penyitaan yang dilakukan KPK.

Penyerahan uang dilakukan di ruang rapat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tak lama setelah Syarifuddin menerima ganti rugi, petugas KPK kemudian menangkap panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas