Benarkah 8 September Nanti Candi Borobudur Akan Dikepung Massa Aksi Bela Rohingya?
Mereka sepakat bahwa sikap umat Budha di Indonesia berbeda dengan di Myanmar mengenai persoalan Rohingnya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, meminta semua pihak tidak menyamakan sikap umat Budha di Indonesia dengan yang ada di Myanmar.
Terutama di Provinsi Jawa Tengah.
Ia mengatakan, beberapa hari lalu dirinya sudah berkomunikasi dengan umat Budha di Jateng.
Mereka sepakat bahwa sikap umat Budha di Indonesia berbeda dengan di Myanmar mengenai persoalan Rohingnya.
"Mereka juga tidak sepakat dengan tindakan kekerasan kemanusiaan sampai menjurus pada genosida," kata Ganjar saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (5/9/2017) dilansir Tribun Jateng.
Maka ia mengimbau pada semua pihak agar tak perlu menggelar aksi yang mengatasnamakan gerakan peduli Rohingnya, di sekitaran kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, 8 September 2017 mendatang.
Baca: Kapolri: Isu Rohingya Digoreng untuk Menyerang Pemerintahan Jokowi
Mengingat Candi Borobudur merupakan sebuah tempat ibadah.
"Borobudur kok mau dikepung mau apa coba. Wong umat Budhanya kita yang di Jateng mau berkomunikasi kok," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah sudah lebih progresif melakukan berbagai aksi nyata terkait krisis kemanusiaan di Myanmar.
Ganjar menegaskan, pemerintah pusat sudah lebih cepat bergerak dengan mengirimkan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi untuk bertemu State Consellor Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Pemerintah Indonesia juga sudah melakukan aksi nyata lainnya berupa pengiriman bantuan logistik, bantuan kesehatan, hingga mau membangun rumah sakit, dan lainnya.
"Itu merupakan aksi yang nyata, apa ada negara yang berbuat lebih seperti itu dibanding Indonesia. Apa lagi yang mau diinginkan (dari aksi di Borobudur). Saya kira Indonesia sangat progresif," katanya.
Ganjar tak mempersoalkan adanya aksi pengerahan massa untuk melakukan demonstrasi di tempat-tempat lain, akan tetapi ia berharap jangan sampai ada isu baru yang berbau SARA di Jateng.
"Bahwa kita mengutuk iya, bahwa kita ingin melakukan bantuan proaktif iya, bahkan diplomasi antarnegara iya, bahkan tidak ada yang tidak kita lakukan. Kita mengutuk bareng-bareng tapi jangan sampai ke daerah menjadi isu SARA," tandasnya.
Menurutnya, jika hal itu tidak diperingatkan sejak dini dikhawatirkan akan ada 'penumpang gelap' yang ingin memprovokasi.
"Kan kita tahu semua, kalau sudah berkaitan dengan suku agama kan jadinya bisa panjang, kita sudah belajar dari itu. Kan Jateng selama ini tenang, bagus," ujarnya.
Namun demikian, Ganjar menambahkan, pihaknya siap menampung aspirasi dari pihak-pihak yang ingin menggelar aksi.
Badan Kesbangpol Provinsi Jateng juga sudah disiapkan untuk menerima aspirasi dan menyampaikannya ke pusat.
Ramai di Medsos
Rencana aksi solidaritas bela Rohingya yang rencananya digelar Jumat (8/9/2017) di Borobudur hanya “ramai” di media sosial. Di lapangan, polisi tidak mendapati pergerakan massa yang signifikan.
“Rame di media sosial saja. Di lapangan tidak ada. Bandung ada tapi dikit. Tapi memang di medsos gambar yang ditampilkan banyak yang hoax,” ujar Asisten Operasional Kapolri Irjen M Iriawan, saat jumpa pers di Mapolda Jateng, Selasa (5/9/2017) seperti dikutip dari Kompas.com.
Polisi, sambung Iriawan, berhasil mengetahui modus penyebar isu melalui media sosial. Para penyebar isu ingin mengganggu ketertiban sosial di masyarakat.
Namun, kepolisian tetap melakukan antisipasi. Salah satunya dengan koordinasi lintas daerah untuk menyamakan persepsi tentang solidaritas bela Rohingya.
“Berkaitan dengan menyamakan persepsi adanya beberapa (kabar) timbul di media sosial hari Jumat tangal 8 besok ada pengerahan massa ke Candi Borobudur, yaitu sejuta massa dengan memutihkan Candi Borobudur,” ujar Iriawan.
Hasil koordinasi telah disepakati bahwa kegiatan aksi di Candi Borobudur dilarang. Alasannya, Candi Borobudur merupakan objek vital nasional, di mana orang tidak diperbolehkan melakukan unjuk rasa.
Ia meminta para Kapolres menyampaikan ke kelompok masyarakat, ormas, atau pihak tertentu yang ingin berangkat ke Borobudur untuk mengurungkan niatnya.