Hendardi Sebut Jokowi Tidak Bisa Terus Berdiam Soal Pansus Angket KPK
Ketua SETARA Institute Hendardi angkat bicara soal Panitia Khusus Angket KPK.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua SETARA Institute Hendardi angkat bicara soal Panitia Khusus Angket KPK.
Hendardi menilai dinamika kerja Panitia Khusus Hak Angket KPK menampakkan secara lebih terang asumsi banyak pihak tentang motif yang sebenarnya.
"Yakni menyebar opini destruktif tentang KPK untuk melegitimasi sejumlah langkah perubahan regulasi yang melemahkan KPK," kata Hendardi melalui pesan singkat, Rabu (6/9/2017).
Baca: Kisah Haru Perjuangan Mira Sembuhkan Tangannya yang Terlindas Truk Tronton Semen 24 Ton
Menurut Hendardi, pemanggilan jaksa, hakim dalam proses pengumpulan informasi oleh Pansus Angket DPR secara eksplisit telah membenturkan organ-organ penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Ia mengungkapkan suara yang melemahkan KPK bukan hanya datang dari Pansus Angket KPK tetapi juga dari organisasi penegak hukum lainnya.
"Sangat disesalkan organ-organ tersebut hadir dan terlibat dalam proses politik 'mengadili' KPK," kata Hendardi.
Rencana pelaporan Agus Rahardjo atas ucapannya yang berencana mempidanakan anggota Pansus karena dinilai melakukan obstruction of justice, kata Hendardi, juga telah memperburuk kinerja Angket KPK.
"Baik KPK maupun Pansus Angket sebaiknya menahan diri untuk tidak saling adu kuasa," kata Hendardi.
"Meskipun upaya-upaya hukum terkait pelaporan Agus Rahardjo ke intitusi kepolisian merupakan suatu hak hukum setiap orang, akan tetapi konteks politik yang melatarbelakangi pelaporan yang membuat pelaporan tersebut patut disayangkan," ujarnya.
Baca: Diganti Doa Bersama, Aksi Bela Rohingya di Candi Borobudur Batal
Meski Polri sebatas menjalankan prosedur normatif memproses berbagai laporan-laporan masyarakat, kata Hendardi, episode ketegangan Polri dan KPK bisa saja terjadi.
Hendardi melihat curhat yang dilakukan Polri, jaksa dan hakim di depan Pansus Angket KPK juga telah memperlebar persoalan.
"Jika dalam kerangka Pansus Angket KPK, DPR mengklaim menjalankan fungsi pengawasan, maka berbagai opini yang muncul dari organ penegak hukum lain menggambarkan 'ketidaksukaan' pada KPK karena kewenangannya yang dianggap luar biasa," kata Hendardi.
Hendardi mengatakan Pansus Angket KPK secara politik sebenarnya sudah kehilangan legitimasi, dengan tidak bulatnya dukungan partai-partai politik.
Metodologi kerja yang tidak fokus sebagaimana fungsi angket, yakni pengawasan DPR terhadap organ yang diawasi hanya dalam menjalankan UU bukan case by case, katanya, menjadikan niat baik DPR justru diragukan banyak pihak.
"Apa relevansi DPR mengunjungi safe house KPK, memanggil pelapor Novel Baswedan dalam pencurian sarang burung walet? Tambah lagi Pansus Angket yang terkesan melakukan fait accompli organ-organ penegak hukum lain untuk satu barisan bersama Pansus Angket KPK dalam melemahkan KPK," ungkapnya.
Oleh karenanya, Hendardi menilai wajar publikasi hasil temuan sementara Panitia Khusus Hak Angket KPK tidak menunjukkan kualitas kerja institusi parlemen.
Hendardi menilai temuan Pansus lebih menyerupai 'daftar perasaan' anggota dibanding sebagai temuan kinerja investigasi lembaga negara.
Niat baik untuk menata dan memperkuat KPK sulit mendapat dukungan publik selama DPR tidak menunjukkan dukungan yang sesungguhnya pada KPK.
"Daripada membuang anggaran negara, sebaiknya presiden Jokowi segera mendisiplinkan anggota partai koalisinya untuk menghentikan proses lanjutan yang akan dilakukan Pansus Angket. Jokowi tidak bisa terus berdiam dengan alasan Pansus Angket adalah domain DPR, karena Jokowi memiliki sumber daya politik untuk menyelamatkan upaya-upaya pelemahan KPK," kata Hendardi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.