Bupati Buton Menangis Bacakan Pledoi, Berbohong Kepada Ibunda yang Sudah Berusia 90 Tahun
Umar mengaku terpaksa tidak menceritakan yang sebenarnya karena mempertimbangkan kesehatan ibunya.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun meneteskan air matanya saat membacakan nota pembelaan pribadi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Umar Samiun mengaku sangat merindukan ibundanya yang sudah berusia lanjut.
"Atas izin majelis saya ingin menyampaikan rasa rindu saya yang tiada terhingga kepada ibu saya tercinta yang genap berumur sembilan puluh tahun," kata Umar Samiun sembari menangis.
Umar mengaku terpaksa berbohong kepada orang tuanya saat menghadapi proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Umar mengaku terpaksa tidak menceritakan yang sebenarnya karena mempertimbangkan kesehatan ibunya.
Pada kesempatan tersebut, Umar Samiun memohon maaf karena terpaksa mengaku sedang bertugas di luar daerah.
"Maafkan kami semua anak-anakmu yang telah bohong saya lagi bertugas di luar daerah. Sengaja kami tidak sampaikan yang sebenarnya karena semata-mata kami cinta pada ibu. Pertimbangan kesehatan yang jadi alasan kami. Maafkan kami semua," kata Umar terisak.
Samiun juga meminta kepada istri dan anak-anaknya untuk bersabar dan berpegung teguh pada Allah SWT. Ucapan terimakasih juga dia sampaikan kepada seluruh warga Buton yang berada di Buton, Papua, Maluku, Kalimantan dan di Jakarta.
Baca: Bantuan Kemanusiaan Diperkirakan Tiba di Bangladesh Jumat
"Sampai hari ini masih terus mendoakan saya agar terlepas dari musibah yang menimpa saya," kata politikus Partai Amanat Nasional itu.
Pada sidang tuntutan pada pekan lalu, Umar Samiun dituntut pidana penjara lima tahun dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Umar Samiun dinilai terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Umar terbukti memberikan uang Rp 1 miliar kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Pemberian uang atau janji Rp 1 miliar tersebut untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili yaitu Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.