Marzuki: Orang Dipaksa Pindah Kan Sudah Terjadi Pelanggaran HAM
Namun pelanggaran HAM dalam bentuk pengusiran tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM reguler.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Misi Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Myanmar, Marzuki Darusman menyebut memang terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Rakhine State, Myanmar.
Pelanggaran HAM tersebut yakni dengan melakukan pengusiran terhadap etnis Rohingya dari desa mereka di Rakhine State.
"Bahwa terjadi pelanggaran HAM, orang dipaksa pindah kan sudah terjadi," ujar Marzuki, di Griya Gus Dur, Pegangsaan, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).
Namun pelanggaran HAM dalam bentuk pengusiran tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM reguler.
Mantan Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM di Korea Utara itu pun menegaskan bahwa Tim Pencari Fakta (TPF) yang dipimpinnya itu saat ini tengah meneliti apakah ada pelanggaran HAM berat dalam kasus kejahatan kemanusiaan yang disebut dilakukan oleh militer Myanmar tersebut.
"Yang jadi masalah apakah terjadi pelanggaran HAM berat?, itu bedanya terhadap pelanggaran HAM yang reguler," kata Marzuki.
Baca: Ditanya Kondisi Setya Novanto, Istrinya Beberkan Sejumlah Penyakitnya
Menurutnya, ada tingkatan perbedaan dalam kasus pelanggaran HAM.
Oleh karena itu ia menyebut timnya yang telah diberikan mandat oleh Dewan HAM PBB, tengah mencari kebenaran dari dugaan tersebut.
"Dan pelanggaran HAM sangat besar bedanya, nah kita dalam kondisi mencari kebenaran apakah dugaan itu benar atau tidak," kata Marzuki.
Sebelumnya, TPF Kasus Myanmar diketuai oleh Advokat Mahkamah Agung India, Indira Jaising.
Namun kemudian, pada 27 Juli lalu, Presiden Dewan HAM PBB Joaqun Alexander Maza Martelli menunjuk Marzuki Darusman sebagai Ketua TPF tersebut, menggantikan Indira Jaising.
Marzuki bersama timnya ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Ia bergabung dengan dua anggota lainnya yakni seorang Pengacara asal Sri Lanka dan lulusan Harvard University Radhika Coomaraswamy, serta Konsultan Australia Christopher Dominic Sidoti.
Tim tersebut akan fokus pada negara bagian Rakhine atau Rakhine State yang merupakan rumah bagi etnis atau minoritas muslim Rohingya yang hingga kini tidak memiliki status kewarganegaraan.
TPF tersebut bekerja secara independen dan objektif, serta didukung oleh tim spesialis HAM PBB dari Jenewa.