Terkait Rencana Pemutaran Film G30S/PKI, Ini Kata Kak Seto
Perhatian Kak Seto disampaikannya lewat rilis yang melalui Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Riau, Esther Yuliani,
Editor: Hendra Gunawan
Serbaneka perasaan yang dialami anak saat menonton film dijadikan sebagai pintu masuk bagi pendidik untuk mengedukasi anak tentang bagaimana mengidentifikasi kaitan antara situasi, perasaan, dan cara mengelolanya.
Simpulkan nilai kesetiaan pada bangsa dan negara, keyakinan pada kebenaran dan keadilan, penyerahan diri pada pertolongan Tuhan, penghormatan akan jasa pahlawan, serta optimisme akan masa depan.
Akhiri dengan menggali ide anak tentang bagaimana mencegah terulangnya tragedi serupa. Begitu urutannya.
Ingat, kearifan adalah produk dari kekuatan kognitif dan kepekaan afektif.
Memang, membawa kejadian dan situasi masa silam ke masa kini boleh jadi bukan hal gampang. Pendidik, utamanya guru maupun orang tua, harus memiliki wawasan juga agar bisa mendampingi anak meniti lintasan sejarah dengan tepat.
Akhirul kalam, film yang bagus ditangan pendidik yang buruk tak akan banyak faedahnya. Sebaliknya, film yang buruk di tangan pendidik yang baik, manfaatnya bagi anak justru bisa berlipat ganda.
Nah, dari situ kita bisa katakan, apakah anak menonton atau pun tidak menonton film Pengkhianatan G 30 S, lebih ditentukan oleh kesiapan pendidik dalam mendampingi anak. Kalau pendidik merasa gamang, ikuti suara hati. Tinggalkan itu dalil hakiki.
Ayo ajak anak berkaryawisata bersama ke Museum Jenderal Nasution, Museum Jenderal Yani, dan Monumen Kesaktian Pancasila.
Biarkan anak menjadi sutradara di imajinasi mereka masing-masing tentang masa kelam itu. (*)