Komite Pekerja Migran PBB Anggap Moratorium Pengiriman TKI Ke Arab Saudi Diskriminasi
Diketahui hingga kini, Pemerintah Arab Saudi belum memiliki aturan mengenai Pekerja asing.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komite Pekerja Migran PBB menganggap aturan Pemerintah Indonesia yang melarang pengiriman Tenaga Kerja Arab Saudi termasuk diskriminasi terhadap perempuan.
Hal tersebut disampaikan oleh, Sestama BNP2TKI Hermono di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Menurutnya, ada dua alasan yang dikemukakan oleh Komite Pekerja Migran PBB, tentang moratorium yang mendiskriminasi pekerja perempuan.
"Moratorium dianggap menghalangi keinginan pekerja perempuan untuk bekerja dan dianggap penempatan Pekerja perempuan menjadi lebih beresiko," ujar Hermono.
Lanjutnya, meski dilarang pekerja perempuan akan masuk ke Arab Saudi melalui cara ilegal.
Diketahui hingga kini, Pemerintah Arab Saudi belum memiliki aturan mengenai Pekerja asing.
Arab Saudi tidak melarang Pekerja asing masuk, karena desakan publiknya yang membutuhkan banyak pekerja rumah tangga.
"Pekerja masuk tanpa pelatihan, pembekalan, tidak siap, tidak diperiksa kesehatannya, jadi belum tentu bisa bekerja bisa ngomong di sana. Daripada beresiko lebih baik dibuka, rekomendasi Komite," ujarnya.
Ia mengatakan setiap bulan ada 2.500 pekerja atau tenaga kerja Indonesia yang masuk ke Arab Saudi maupun Uni Emirat Arab secara ilegal.
"Itu jadi pekerja yang datang ilegal tidak mendapatkan asuransi, sama sekali tidak terdata, kalau ada apa-apa, tidak bisa dikontrol. Ada masalah baru ditangani," katanya.
Baca: Batal Hadir, Pansus Angket Kembali Minta Pimpinan KPK Hadir Minggu Depan
Meskipun dianggap mendiskriminasi pekerja perempuan, Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan kembali untuk membuka moratorium TKI ke Timur Tengah.
"90 persen pendanaan untuk Tenaga Kerja Indonesia habis untuk pekerja yang undocumeneted," kata Hermono.
Lanjutnya, Moratorium TKI ke Arab Saudi dapat dibuka apabila antara kedua yakni Indonesia dan Arab Saudi menyepakati model penempatan yang aman bagi TKI.
Selain itu perlu juga menyatukan kesepakatan dari 7 Kementerian atau lembaga yang ada.
"Kemlu, Kemenkes, Kemhum dan HAM, Kemsos, Kementerian PPPA, BNP2TKI, dan Kemenaker," ujar Hermono.