Menhan: Film Itu Sesuai Dengan Kenyataan, Tidak Apa-apa
Ia menganggap film tersebut menggambarkan sejarah secara akurat, dan bisa memberikan pelajaran
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menganggap film "Pengkhianatan G30S/PKI" masih layak untuk ditonton.
Ia menganggap film tersebut menggambarkan sejarah secara akurat, dan bisa memberikan pelajaran banyak kepada masyarakat terkait apa yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 lalu.
"Film itu sesuai dengan kenyataan, tidak apa-apa (ditonton), pelajaran bagi kita semua, yang nonton siapa saja, siapa saja yang mau," ujarnya kepada wartawan usai ia menghadiri rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2017).
Walaupun film tersebut akurat menggambarkan sejarah kelam Indonesia dan bisa memberikan pelajaran banyak bagi masyarakat yang tidak sempat hidup di era tersebut, namun menurut Menhan hendaknya tidak ada pemaksaan bagi siappaun untuk menonton film yang dirilis tahun 1984 itu.
Ryamizard Ryacudu yang juga merupakan purnawiranan TNI bintang empat itu mengimbau siapapun yang menggelar acara nonton bersama film tersebut, hendaknya tidak memiliki niat lain selain pembelajaran.
Menhan mengaku tidak setuju jika ada yang mempolitisir film tersebut.
"Asal jangan dipolitisir. Kalau itu untuk pembelajaran kewaspadaan, tidak apa apa, kalau ada maksud lain, tidak boleh."
Baca: Rekomendasi 10 Tahun Sama, Indonesia Terus Didesak Lindungi Buruh Migran
Terkait instruksi Panglima TNI. Jendral TNI. Gatot Nurmantyo agar jajarannya di TNI pada 30 September mendatang menggelar acara 'nonton bareng' film yang sempat enjadi tontonan resmi di era orde baru itu, Menhan juga mengaku tidak mempermasalahkannya.
Film yang diproduksi Pusat Film Nasional (PFN) itu, sejak dirilis pada tahun 1984, hingga era orde baru berakhir, merupakan film yang wajib ditayangkan di setiap stasiun televisi.
Pada September 1998 film tersebut tidak lagi menjadi film wajib, karena sejumlah kontroversi, termasuk akurasi film tersebut.