Soal Petisi Referendum Papua, Wamenlu: Itu Hanya Cari Perhatian
Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir menanggapi adanya pengiriman diam-diam petisi referendum Papua ke PBB.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir menanggapi adanya pengiriman diam-diam petisi referendum Papua ke PBB.
Fachir menegaskan bahwa informasi yang beredar tersebut tidak benar.
"Enggak ada, bukan," ujar Fachir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Fachir menilai informasi tersebut sengaja dihembuskan orang yang memang ingin mencari perhatian saja.
Baca: Minta Setya Novanto Mundur Sebagai Ketua Umum Dinilai Tepat Untuk Selamatkan Golkar
Menurutnya, soal Papua, Pemerintah Indonesia sudah selesai berdasarkan Keputusan PBB Tahun 1969.
"Itu hanya apa, ya kerjaan orang-orang tertentu untuk mendapatkan perhatian. Soal Papua kita sudah selesai bahkan sudah ada keputusan PBB 1969," tutur Fachir.
Sebelumnya, Sebuah petisi rahasian yang isinya meminta referendum kemerdekaan baru untuk Papua Barat telah diserahkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Diketahui, Pemerintah Indonesia sudah melarang beredarnya petisi ini di provinsi Papua Barat dan Papua.
Ancamannya, mereka yang menyebarkan dan menandatangani petisi ini akan ditahan dan dipenjara.
Laporan ABC.net.au mengatakan, dokumen tersebut berhasil diselundupkan antara desa ke desa dan telah ditandatangani oleh 1,8 juta warga Papua Barat, yang setara dengan lebih dari 70% populasi provinsi tersebut.
Baca: Novel Baswedan Tak Sabar Ingin secepatnya Kembali Ke KPK
Namun, sejumlah advokat membantahnya.
Mereka menilai, warga Papua sudah menolak proses penentuan diri sendiri yang terlegitimasi sejak bergabung di Indonesia pada 1969.
Petisi tersebut menuntut pemungutan suara secara bebas atas kemerdekaan Papua Barat serta pengangkatan perwakilan PBB, untuk menyelidiki laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan Indonesia.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, mengatakan bahwa petisi tersebut sangat penting dan masyarakat Papua Barat secara efektif telah memilih untuk menuntut penentuan nasib sendiri.
"Mereka banyak yang mengekspresikan harapan untuk masa depan yang lebih baik," jelas Sogavare dalam pidatonya di Majelis Umum PBB.