Di Depan Peserta Aksi 299, Empat Parpol Nyatakan Sikap Seperti Ini Tentang Perppu Ormas
PAN, PKS, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra menyatakan dukungan menolak (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Anita K Wardhani
![Di Depan Peserta Aksi 299, Empat Parpol Nyatakan Sikap Seperti Ini Tentang Perppu Ormas](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-massa-299-di-depan-gedung-dpr_20170929_192203.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak empat partai politik, yaitu PAN, PKS, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra menyatakan dukungan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Pernyataan sikap itu disampaikan dihadapan sekitar 10 ribu peserta aksi unjuk rasa dari berbagai ormas berbasis agama islam yang menggelar aksi di depan komplek Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, sejak Jumat (29/9/2017) pagi.
Ini disampaikan setelah perwakilan pengunjuk rasa aksi 299 yang dipimpin Ketua Presidium Aksi 212, Slamet Ma'arif menyampaikan aspirasi dihadapan pimpinan DPR RI, yang diantaranya yaitu Wakil Ketua DPR RI, dari Fraksi Demokrat, Agus Hermanto dan dari Fraksi Gerindra Fadli Zon, serta beberapa legislator.
Ada dua aspirasi yang disampaikan, aspirasi pertama, menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2017 dan aspirasi kedua, pemerintah harus bersikap tegas membendung gejala-gejala kebangkitan PKI. TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 sampai sekarang tetap berlaku.
"Kami sudah mendengar dari delegasi, dari ulama, habaib, dan kyai. Sudah mendengar tuntutan. Intinya ada dua, soal Perppu dan kedua tentang komunisme," tutur Fadli Zon, dihadapan puluhan ribu peserta pengunjuk rasa, kepada wartawan, Jumat (29/9/2017).
Dia menjelaskan, Perppu tersebut bermasalah karena mereduksi demokrasi, bertentangan dengan undang-undang, dan membungkam suara kritis dari masyarakat terhadap pemerintah.
Padahal undang-undang menjamin setiap warga negara untuk berserikat dan menyampaikan pendapat.
"Masalah Perppu akan dibahas di DPR dan akan dibahas pertengahan Oktober. Bapak-Ibu harus juga konsisten menunjukkan penolakan. Kalau Perppu diberlakukan akan ada subjektifitas," kata dia.
Mengenai paham komunisme, kata dia, ada aturan yang melarang ajaran komunisme. Apabila ada yang 'membangunkan', PKI maka bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu harus dilawan bersama.
"Jangan sampai PKI yang sudah berkhianat di Republik Indonesia bercokol kembali karena itu kami dukung sosialisasi menonton film G30SPKI. Jangan sampai pengkhianat bangsa hidup dan bangkit di Republik Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, dari Fraksi Demokrat Agus Hermanto, mengatakan Perppu merupakan diskresi dari pemerintah yang pada saat diundangkan maka berlaku. Untuk menjadi undang-undang, Perppu itu harus mendapatkan persetujuan dari DPR.
"Tentunya, kami mempunyai waktu lumayan karena pada 28 Oktober ini, Perppu sudah ada persetujuan," kata Agus yang disambut teriakan "tolak" dari para massa aksi.
Setelah bertemu dengan perwakilan empat fraksi di DPR RI, pimpinan Presidium Aksi 212 itu akan menemui dua partai lagi, yaitu PPP dan PKB untuk memuluskan penolakan terhadap pengesahan Perppu Ormas. Alasan bertemu dengan perwakilan dari dua partai itu, karena berbasis agama islam.
"PAN, Demokrat, PKS dan Gerindra sudah sepakat menolak Perppu Ormas ini. Kami tinggal bergerilya ke fraksi dan partai selain empat ini. Kami nanti akan silaturahmi ke PKB dan PPP yang ada lambang kabahnya," ujar Slamet.
Massa Aksi Usung Paham Khilafah
Aksi 299 mengusung agenda menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas dan menolak kebangkitan PKI berlangsung hingga sore hari.
Peserta aksi dari berbagai ormas, termasuk mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menjadi 'korban' Perppu tersebut.
Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto, sempat naik ke mobil untuk melakukan orasi. Dalam orasinya, Ismail menyeruakan penolakan terhadap Perppu Ormas dan kebangkitan PKI.
"Tidak ada alasan yang bisa dibenarkan secara hukum untuk diterbitkan Perppu itu. Dinyatakan harus ada kepentingan memaksa. Kenyataannya tidak ada alasan memaksa itu," kata Ismail Yusanto.
Dia mempermasalahkan pembubaran HTI baru dilaksanakan selama 10 hari setelah Perppu diterbitkan. Argumentasi yang diberikan pemerintah sangat rapuh.
Salah satu alasan memaksa yang digunakan untuk membubarkan HTI adalah pertemuan yang dilakukan pada 2014. Padahal, tidak ada teguran yang diberikan kepolisian saat itu. Polisi terkesan mendukung acara hingga selesai.
Sekelompok orang peserta aksi 299 di depan komplek gedung MPR/DPR RI bersama-sama mengangkat bendera raksasa, lalu, membawa mengelilingi kumpulan peserta aksi.
Mereka membawa dua bendera raksasa yang masing-masing berwarna putih dan hitam itu, mereka menyerukan kata khilafah berkali-kali. "Khilafah, khilafah!" teriak mereka.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.