Jawaban Panglima TNI Soal Isu Politik Praktis
Berpolitik yang tidak diperbolehkan bagi personel TNI adalah politik praktis. Masuk atau bahkan berafiliasi ke partai politik adalah salah satu contoh
Editor: Wahid Nurdin
Kontras memaparkan sejumlah pernyataan dan aksi kontroversial Gatot Nurmantyo.
Amel Alvi Blak-blakan Soal Tarif, Maksimal Hanya 1,5 Jam
Misalnya, menjelang HUT ke-71 TNI, Gatot mengusulkan untuk dipulihkannya kembali hak berpolitik aparat TNI.
Gatot juga hadir bersama dengan ribuan pendemo 212 pada akhir tahun 2016.
Adapun aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pernyataan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, yang dianggap melakukan penodaan agama.
Menurut Puri, Panglima TNI semestinya tidak perlu hadir di tengah aksi massa.
Sebab, sudah ada Kapolri yang merupakan penanggung jawab keamanan jika berlangsung aksi massa.
"Pembelaannya adalah ia hadir di tengah kerumunan massa untuk menjaga kesatuan NKRI dan kepresidenen Joko Widodo," ucap Puri, saat ditemui di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Perseteruan Dua Sahabat, Ini Tulisan Menohok Mantan Istri Deddy Corbuzier untuk Karina Ranau
Kemudian, pada Februari 2017 Gatot sempat bersitegang dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Gatot mengeluh bahwa dirinya tidak mampu mengelola anggaran matra laut, darat dan udara karena adanya Peraturan Menteri Nomor 28/2015.
Dengan adanya peraturan tersebut, kewenangan anggaran pertahanan berada di bawah Menhan.
Pada Mei 2017, Gatot juga mengungkapkan perbedaan pendapat dengan Polri soal adanya tuduhan makar dalam berbagai gelombang demonstrasi kelompok agama yang menguat pada akhir tahun 2016.
Penolakan makar disampaikan Gatot sebagai upaya untuk mengajak warga tidak takut dengan situasi politik terkini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.