Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MA: Hakim Prapadilan Harus Berpengalaman dan Mumpuni

Lagipula, kata dia, gugatan praperadilan hanya menguji formalitas penetapan tersangka.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in MA: Hakim Prapadilan Harus Berpengalaman dan Mumpuni
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto Cepi Iskandar memimpin sidang perdana praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017). Persidangan tersebut beragendakan pembacaan materi dari pihak pemohon. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung menegaskan tidak ada kriteria khusus yang dibutuhkan hakim untuk menyidangkan gugatan praperadilan penetapan tersangka.

Itu disebabkan gugatan praperadilan bukanlah peradilan khusus sehingga hakim yang menyidangkan juga harus memiliki keahlian khusus.

Peradilan yang membutuhkan kualifikasi khusus misalnya dibutuhkan di kasus tindak pidana korupsi, peradilan anak, pengadilan HAM, perikanan dan PHI.

"Praperadilan bukan peradilan khusus sehingga tidak ada ketentuan harus hakim khusus," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah di kantornya, Jakarta, Jumat (6/10/2017).

Menurut Abdullah, panduan persidangan praperadilan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Lagipula, kata dia, gugatan praperadilan hanya menguji formalitas penetapan tersangka.

Kesulitan dalam gugatan praperadilan adalah berada di tangan ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memilih hakim yang akan menyidangkannya.

Berita Rekomendasi

Baca: Jokowi Goda Siswa SD Peragakan Jurus Silat Macan Kemayoran

"Harus dicari hakim yang berpengalaman, memiliki pengetahuan yang cukup sehingga ditunjuk untuk menyidangkan permohonan praperadilan," tukas Abdullah.

Sebelumnya, Hakim Cepi Iskandar memutuskan penetapan ketua umum DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP tidak sah karena tidak sesuai dengan prosedur yang di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KUHAP dan SOP KPK.

Tidak terima putusan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari beberapa elemen Lembaga Swadaya Masyarakat (LMS) melaporkan Cepi Iskandar ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung.,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas