OTT Ketua PT Sulut dan Anggota DPR dari Golkar, KPK Sita Uang Suap SGD 10.000
Berdasar informasi, selain mengamankan para pihak, tim juga menyita uang tunai sekitar SGD 10.000.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap lima orang dalam OTT di Jakarta pada Jumat (6/10/2017) malam.
Dari lima orang itu, dua diantaranya yakni petinggi Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (PT Sulut) berinisial S dan seorang anggota DPR dari fraksi Golkar.
Penangkapan ini dilakukan tim Satgas KPK usai mereka melakukan transaksi suap terkait pengamanan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan.
Berdasar informasi, selain mengamankan para pihak, tim juga menyita uang tunai sekitar SGD 10.000.
Uang itu disita dari sebuah mobil milik salah seorang pihak yang turut ditangkap di Jakarta..
Menurut sumber, uang di dalam mobil itu bukanlah pemberian pertama.
Terdapat sejumlah pemberian lain yang jika dijumlah totalnya lebih dari ratusan ribu Dollar Singapura.
Baca: Indonesia Kirim 31 Siswa SMK ke Kejuaraan Keterampilan Dunia di Abu Dhabi
Uang tersebut diduga merupakan suap yang diberikan anggota DPR kepada S, agar S yang menjadi Majelis Hakim mengabulkan banding yang diajukan seorang terdakwa perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan.
Sebelumnya terdakwa tersebut telah divonis bersalah di tingkat pengadilan pertama atau Pengadilan Tipikor Manado.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif membenarkan dalam OTT ini, tim Satgas KPK menangkap aparat penegak hukum dan politisi.
"Kami konfirmasi, ada tim KPK yang turun ke lapangan. Jumat tengah malam KPK lakukan OTT di Jakarta terkait dengan kasus hukum di Sulawesi Utara. Ada penegak hukum dan politisi yang diamankan," ujar Syarif, Sabtu (7/10/2017).
Meski demikian, Syarif masih enggan merinci identitas petinggi Pengadilan Tinggi Sulut dan anggota DPR serta pihak lain yang ditangkap maupun kasus hukum yang coba diamankan tersebut.
"Para pihak yang diamankan sedang diperiksa secara intensif oleh tim penyidik.. KPK memiliki waktu maksimal 1x24 jam untuk menentukan status mereka. Selengkapnya kami sampaikan di konferensi pers," katanya.