Fahri Hamzah: Evaluasi Mental Hakim
Dirinya mengaku sudah sering berbicara kepada Mahkamah Agung (MA) supaya mekanisme persidangan khususnya Pengadilan Tipikor.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku sedih mendengar sederet nama hakim yang terjerat kasus dugaan suap lalu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Dirinya menilai, jika ada oknum yang kembali tertangkap, hal itu adalah akibat ulah mereka sendiri.
"Saya kira, musibah yang kena kepada hakim-hakim ini adalah akibat dari keteledoran hakim sendiri. Karena hakim inilah yang kemudian membiarkan dirinya under pressure sehingga tidak berani mengambil keputusan yang independen dalam sidang," kata Fahri kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/10/2017) kemari.
Dirinya mengaku sudah sering berbicara kepada Mahkamah Agung (MA) supaya mekanisme persidangan khususnya Pengadilan Tipikor diawasi dengan baik. Utamanya saat pembuktian dilakukan.
"Kalau saya, evaluasinya itu evaluasi mental hakim. Hakim ini sekarang, kalau dengar KPK itu sudah takut. Meringankan takut, bisa dibuli. Apalagi membebaskan. Bisa babak belur, dihajar, dilaporin KY, segala macam," katanya.
Fahri memberikan saran supaya hakim tidak harus lebih teliti dalam menjatuhkan putusan.
"Karena itu menurut saya, ini musibah ini berkali-kali terjadi karena kelakuan hakim juga. Nah ini menurut saya yang harus dievaluasi. Ini kaya yang kita persoalkan sekarang," kata Fahri.
Satu bulan ke belakang, KPK mengamankan dua hakim yang diduga terima suap.
Mereka diantaranya Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudirwardono yang diduga menerima suap untuk tidak mengeluarkan penahanan dan meringankan hukuman terdakwa di tingkat banding.
Sehari sebelumnya, pada Jumat 6 September 2017 KPK menangkap tangan Hakim PN Tipikor Bengkulu Dewi Suryana. Dewi diduga menerima suap untuk meringankan hukuman terdakwa di tingkat 1.
Terkait hal itu, Hakim Agung Gayus Lumbuun mendesak Ketua MA mundur.
"Untuk tetap menjaga kehormatan dan kewibawaan Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya, demi mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Hukum dan Keadilan melalui Pengadilan sudah saatnya Ketua Mahkamah Agung dengan sukarela dan terhormat mengundurkan diri," kata Gayus.