Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Prajurit Perdamaian PBB Bersyukur Menjadi Rakyat Indonesia

“Jadi dulu kita mempersiapkannya yang paling pertama, layaknya orang Indonesia lah, membawa bumbu-bumbu karena ternyata lebih sulit,"

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Ketika Prajurit Perdamaian PBB Bersyukur Menjadi Rakyat Indonesia
Tribunnews.com/ Imanuel Nicolas Manafe
Pasukan Perdamaian dari TNI di acara Conference On Indonesian Foreign Policy di The Kasablanka, Jakarta, Sabtu (21/10/2017). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi prajurit TNI, apalagi sebagai pasukan perdamaian United Nation (UN) atau PBB yang ditugaskan di negara asing yang tengah berkonflik memiliki tantangan tersendiri.

Tantangan-tanganan yang pernah mereka alami ketika bertugas di negara asing membuat mereka semakin bersyukur bahwa mereka sebagai Bangsa Indonesia.

Baca: Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua Berondong Mobil Patroli Dengan Tembakan, Satu Orang Terluka

Seperti yang dialami Kolonel (Inf) TNI Triadi Murwanto saat dirinya bertugas di Republik Demokratik Kongo pada tahun 2007-2008.

Berbagai persiapan ia lakukan, terutama hal yang mendasar, yaitu bagaimana kebutuhan jasmani untuk makan dapat terpenuhi.

Kolonel (Inf) TNI Triadi Murwanto
Kolonel (Inf) TNI Triadi Murwanto

Karena di negara asing, Kolonel Triadi mengatakan ada ketidakcocokan bahan makanan, khususnya bumbu masakan.

Berita Rekomendasi

Sehingga, dirinya membawa berbagai bumbu dari Indonesia ketika berangkat dari Indonesia.

Baca: Anggota Brimob Baku Tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua, Dua Polisi Terluka

“Jadi dulu kita mempersiapkannya yang paling pertama, layaknya orang Indonesia lah, membawa bumbu-bumbu karena ternyata lebih sulit dari yang kita bayangkan,” ujar Triadi disela acara Conference On Indonesian Foreign Policy di The Kasablanka, Jakarta, Sabtu (21/10/2017).

Tidak hanya mencari bumbu saja, kesediaan bahan makanan seperti lauk pauk, misalnya daging sebagai sumber protein pun sulit didapat di Kongo pada waktu itu.

“Kita beli di masyarakat. Nah, kita tiap hari untuk seminggu itu mencari makanan lagi. Kambing kita potong sendiri, terus masak ada tukang masaknya tapi kita potong sendiri. Itu tiap hari. Jadi kita harus mampu menyediakan makanan kita sendiri, jadi cukup berat,” ucap Triadi.

Baca: Prabowo Subianto: Kondisi Bangsa Harus Kita Akui Lemah

Persoalan lain yang mereka hadapi juga masalah interaksi sosial yang berbeda dan bagi negara yang didalamnya tengah berkonfik, yaitu kuatnya sentimen ras.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas