Fraksi Gerindra Tetap Tolak Hadirnya Densus Antikorupsi
Menurut Muzani, undang-undang telah mengamanatkan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani kasus korupsi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Gerindra DPR RI tetap konsisten menolak rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Kepolisian RI.
Partai Gerindra menganggap Densus Tipikor berpotensi melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jangan ada lembaga lain yang melakukan duplikasi terhadap kerja KPK. Tumpang tindih ini nanti ada lembaga yang dilemahkan,” ujar Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani saat ditemui di SCBD Jakarta, Minggu (22/10/2017).
Muzani tak memungkiri, salah satu tugas Polri adalah melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Namun, Polri tidak perlu membentuk lembaga khusus yang berpotensi menjadi tumpang tindih dengan KPK.
Menurut Muzani, undang-undang telah mengamanatkan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani kasus korupsi.
Meski demikian, tidak ada aturan yang membatasi Polri untuk tetap melakukan penindakan hukum terhadap perkara korupsi.
“Semestinya di sini KPK yang harus diperkuat,” kata Muzani.
Wacana pembentukan Densus Tipikor Polri muncul karena sebagian anggota Komisi III DPR mempertanyakan peran Polri dalam pemberantasan korupsi.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian meyakini keberadaan Densus Tipikor akan secara masif mengungkap berbagai kasus di Indonesia.
Tito menyebut, kelebihan utama Polri dibandingkan KPK adalah jaringan yang luas di seluruh Indonesia dan jumlah personel yang banyak.
Menurut dia, jika hanya mengungkap kasus-kasus besar, maka efeknya di masyarakat tak akan masif.
Jaksa tak setuju
Sementara itu, Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) tidak mempersoalkan rencana pembentukan Densus Tipikor. Namun, PJI menyatakan tidak setuju apabila Densus Tipikor memiliki kewenangan penuntutan.
“Untuk penyidikan dan segala macam ya silahkan, kami pun sudah ada Satgas khusus sejak 2008. Tapi jangan sampai Densus Tipikor Polri ini mengatur sampai di ranah penuntutan,” ujar anggota PJI Reda Manthovani di Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut Reda, rencana kejaksaan satu atap dengan Densus Tipikor Polri melanggar aturan hukum dan undang-undang.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan telah menegaskan bahwa kejaksaan melakukan penuntutan secara merdeka.
Baca: Dikelola Induk Koperasi Kepolisian, Mulai Hari Ini Taksi Online Beroperasi di Bandara Soetta
Baca: Sudah Dirazia Polisi, Pengguna Rotator Ternyata Masih Banyak
Menurut Reda, kejaksaan adalah satu, yakni jaksa agung. Kewenangan penuntutan dalam Densus TipikorPolri dinilai akan melanggar aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Dalam KUHAP sudah diberikan tugas masing-masing penyidik dan penuntut. Jaksa itu sebagai pengendali penanganan perkara di pengadilan,” kata Reda.
Menurut Reda, pengaturan tersebut baru bisa dilakukan jika dilakukan revisi KUHAP. Menurut dia, terkait kewenangan itu tak cukup diatur dengan penerbitan peraturan presiden (Perpres).
Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Bekto Suprapto, menyampaikan bahwa pemerintah perlu juga memikirkan soal pengawasan terhadap Densus Tipikor.
“Semua penegak hukum harus ada pengawasnya, termasuk Densus Tipikor kalau pemerintah memang mau membentuk. Bukan hanya ada badan pengawasnya, tetapi pengawasannya harus efektif,” kata Bekto