Bejo Untung Berharap Dokumen Dari AS Bisa Menyudahi Penderitaannya
Menurut Bejo Untung, pemerintah saat ini harus menindaklanjuti dokumen-dokumen itu, agar kasusnya bisa terungkap semua.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokumen-dokumen yang dipublikasikan pemerintah Amerika Serikat (AS), terkait peristiwa 1965, menurut Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, Bejo Untung, sedikit banyaknya memberikan gambaran, tentang kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masih, pascaperistiwa 30 September 1965.
Dalam dokumen-dokumen tersebut, juga diketahui siapa yang melakukan aksi-aksi perburuan serta pembunuhan, dan siapa yang menyokongnya, serta pihak asing mana yang juga ikut mendukung aksi tersebut.
Menurut Bejo Untung, pemerintah saat ini harus menindaklanjuti dokumen-dokumen itu, agar kasusnya bisa terungkap semua.
"Negara harus melakukan penyelidikan lanjutan, pengusutan tuntas hingga penyelesaian yang berkeadilan bagi seluruh korban kejahatan kemanusiaan," ujar Bejo Untung kepada wartawan, di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).
Peristiwa 1965, dipicu oleh penculikan dan pembunuhan sejumlah jendral TNI Angkatan Darat (AD), oleh kelompok yang diduga didukung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca: Bejo Untung Laporkan 122 Lokasi Kuburan Masal Korban 65 Ke Komnas HAM
Pascaperistiwa penculikan dan pembunuhan para jendral, terjadi aksi perburuan dan pembunuhan besar-besaran terhadap kader dan simpatisan PKI.
Bejo Untung dan teman-temannya yang berada di bawa bendera YPKP 1965, adalah orang-orang yang dituduh mendukung PKI, dan sempat dipenjara selama bertahun-tahun, setelah melalui proses persidangan yang tidak patut. Bahkan pascadibebaskan, sebagaian besar dari mereka masih merasakan diskriminasi oleh aparat.
Dengan menindaklanjuti temuan-temuan tersebut, maka bisa diketahui, posisi hukum dari kasus itu, dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Selain itu menurut Bejo Untung, pemerintah juga punya kewajiban moral terhadap para korban-korban peristiwa 1965, posisinya di mata hukum diperjelas.
"Negara harus merehabilitasi para korban kejahatan kemanusiaan, pemulihan hak sebagai warga negara, dengan perlindungan dan penegakan hukum, sehingga para korban dan keluarganya terbebas dari tradisi stigma," katanya.
Dokumen-dokumen yang dipublikasikan AS, adalah dokumen rahasia, yang antara lain berisi salinan memo untuk Presiden AS. Lyndon B Johnson, serta salinan surat-menyurat dari perwakilan pemerintah AS di Indonesia, untuk Washington. Dokumen-dokumen tersebut dipublikasikan, karena di AS, dokumen rahasia tertentu, bisa dipublikasikan setelah kurun waktu tertentu.