Inilah Tujuh Substansi dalam RUU Perlindungan Pekerja Migran
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, ada tujuh substansi pada Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Editor: Content Writer
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, ada tujuh substansi pada Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang pada hari ini, Rabu, 25 Oktober 2017 disepakati antara pemerintah dengan DPR.
“Semangatnya adalah, negara hadir dalam memperbaiki tatakelola untuk pekerja migran yang lebih baik, baik bagi pekerja migran maupun keluarganya. Mulai dari sebelum, saat bekerja sampai kembali ke tanah air,” kata Menteri Hanif.
Tujuh substansi tersebut adalah, pertama pembedaan secara tegas antara pekerja migran Indonesia dengan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan di luar negeri, yang tidak termasuk sebagai pekerja migran. Kedua, jaminan sosial bagi pekerja migran Indonesia sebagai bentuk pelindungan sosial untuk menjamin pekerja migran Indonesia dan keluarganya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Ketiga, pembagian tugas yang jelas antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan dalam penyelenggaraan perlindungan pekerja migran Indonesia mulai dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja.
Keempat, lanjut Menaker, pembagian tugas dan tanggung jawab secara tegas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia dan keluarganya secara terintegrasi dan terkoordinasi.
Kelima, pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri tugas dan tanggung jawabnya dibatasi dengan tidak mengurangi tanggung jawab Pemerintah dalam memberikan Pelindungan kepada pekerja migran Indonesia.
Keenam, pelayanan penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara terkoordinasi dan terintegrasi melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
Ketujuh, pengaturan sanksi yang diberikan kepada orang perseorangan, pekerja migran indonesia, korporasi, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penyelenggara pelayanan pelindungan pekerja migran Indonesia lebih berat dan lebih tegas dibandingkan sanksi yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. (*)