Jadi UU Ormas, Kini Beban Politiknya ada di Presiden Jokowi
Beban politiknya ada di Jokowi saat ini, bagaimana pemerintahannya secara tepat mengimplementasikan UU Ormas ini
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) sudah disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR.
Setelah disahkannya Perppu ini, menurut Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, beban politiknya berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tepatnya imbuhnya, bagaimana pemerintahan Jokowi secara tepat mengimplementasikan UU Ormas ini.
"Beban politiknya ada di Jokowi saat ini, bagaimana pemerintahannya secara tepat mengimplementasikan UU Ormas ini," ujar Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Rabu (25/10/2017).
Karena kata dia, banyak mata akan menjadi saksi pelaksanaan UU ini.
"Dan pada saat salah implementasi maka akibat politiknya akan dirasakan Jokowi," katanya.
Selain itu menurutnya, HTI bila memang melanggar UU dan benar radikal maka harus dibubarkan dengan catatan yang transparan.
"Tidak boleh mengeyampingkan asa demokrasi dan kebebasan berpendapat," ujarnya.
Baca: Breaking News: Bupati Nganjuk Terjaring OTT KPK
Karenanya, sekali lagi ia tegaskan, beban politik UU ini ada di Jokowi bukan di Parpol yang mengesahkannya.
Artinya bila ada kesalahan implementasi, imbasnya tidak akan ke parpol yang mengesahkan atau Menteri yang mengusulkan, tapi akan langsung ke Jokowi. Sejarah pun akan mencatat demikian
"Kalau saya tidak salah, Soekarno yang ciptakan UU Subversif tapi UU digunakan Suharto membungkam pendukung Soekarno, apakah sejarah akan berulang? Semoga keputusan pemerintah dan DPR tentang UU Ormas ini tepat, kita doakan," ucapnya.
Rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang pembubaran Ormas.
Mekanisme pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR harus dilakukan secara voting karena musyawarah mufakat tidak tercapai.
Sebanyak 314 anggota DPR yang menghadiri rapat paripurna itu menyetujui Perppu Ormas.
Mereka dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrat.