Politisi Lintas Partai Bergandengan Tangan Bangun Perbatasan
“Beberapa puluh tahun NTT ini yang dijual ke pusat dengan isu kemiskinan, dimana proposal bantuan itu dijajakan dari pintu ke pintu,” ujar Herman.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Politisi lintas partai politik yang sama-sama berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) sepakat untuk bergandengan tangan membangun wilayah perbatasan.
Kesepakatan ini mengemuka dalam peluncuran dan bedah buku ‘Merah Putih Tergadai di Perbatasan’ di Hotel Sotis, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (27/10/2017).
“Dari manapun kamu, dari partai apapun kamu, mari kita sama-sama membangun wilayah perbatasan,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR, Herman Hery, kepada penulis buku, Winston Neil Rondo, yang merupakan Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT.
Hal tersebut juga didukung oleh Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR, Fary Francis.
Ketua Komisi V DPR ini bahkan menyebut Herman sebagai 'Ketua Fraksi NTT’ di DPR.
“Beliau (Herman Hery) ini ketua fraksinya NTT. Kalau ada persoalan terkait NTT yang harus dipecahkan, beliau selalu mengajak kami untuk berembuk,” puji Fary.
Dalam paparannya, Herman mengatakan isu perbatasan di NTT sering diangkat melebihi konteksnya. Tujuannya untuk bisa mendatangkan dana.
“Beberapa puluh tahun NTT ini yang dijual ke pusat dengan isu kemiskinan, dimana proposal bantuan itu dijajakan dari pintu ke pintu,” ujar Herman.
“Rakyat diajak untuk mengharapkan bantuan terus menerus. Tapi tidak pernah berpikir, bagaimana manusianya, pola pikirnya dan etos kerjanya dibangunkan,” ujarnya.
Bagi Herman, bantuan haruslah membuat orang bangun. “Tapi tidak jarang, bantuan justru membuat orang makin terpuruk,” katanya.
Menurut anggota Komisi Hukum DPR ini, NTT justru menyimpan potensi yang besar jika ditangani secara khusus.
“Kita ini berdiri dalam belahan bumi yang luar biasa. Ini (NTT) raksasa tidur, masalahnya ini raksasanya harus digelitik dan dibangunkan,” ujarnya disambut tepuk tangan para hadirin.
Buku ‘Merah Putih Tergadai di Perbatasan’ ini ditulis oleh Winston bersama Jemmy Setiawan, mantan aktivis mahasiswa yang sekarang menjadi pengusaha.
Buku yang diterbitkan Kompas Gramedia ini banyak bercerita tentang nilai-nilai kebangsaan yang justru ‘tergadai’ di wilayah perbatasan sebagai etalase NKRI.