Seorang Tuna Netra Hafal Qur'an Hanya Dalam Waktu 5 Tahun, Ini Kisah Perjuangannya
Usianya baru 17 tahun dan menyandang tuna netra. Meski memiliki keterbatasan fisik, Isyroqi Nur Muhammad tak mau kalah semangat
Penulis: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isyroqi Nur Muhammad Limi’roji, santri asal Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah, Mojokerto mengikuti perlombaan Musabaqah Hifzhil Qur’an Tingkat Nasional ke – 3 di Pondok Pesantren Darunnajah jakarta.
Usianya baru 17 tahun dan menyandang tuna netra. Meski memiliki keterbatasan fisik, Isyroqi Nur Muhammad tak mau kalah semangat dengan pemuda lain yang hidup tanpa cacat.
Di tengah-tengah Musabaqah Hifzhul Qur’an yang ke 3 Antar Pondok Pesantren se- Indonesia yang sedang digelar di Pesantren Darunnajah, Ulujami, Jakarta, Minggu (29/10/2017), Isyroqi Nur Muhammad menceritakan perjuangannya menghafal Qur'an dengan kondisi tuna netra.
Sejak kecil Isyroqi Nur Muhammad memiliki cita-cita untuk menjadi seperti ayahnya yang dulunya juga seorang hafidz.
Selain cita-cita tersebut wasiat sang ayah sebelum meninggal agar ia menjadi seorang penghafal Qur’an semakin menumbuhkan semangatnya untuk menjadi seorang penghafal Qur’an.
“Saya mulai menghafal Qur’an ketika saya berumur 8 tahun dan alhamdulilah selesai di umur 13. Saya ingin mengamalkan wasiat ayah saya yang telah berpulang ke rahmatullah terlebih dahulu. Saya ingin menjadi seorang hafidz seperti almarhum ayah saya yang juga seorang hafidz. Dulu almarhum pernah menjadi juara tahfidz di Jakarta,” kata Isyroqi.
Perjuangannya untuk mampu menghafal Qur’an tidaklah mudah. Metode yang ia tempuh untuk menghafal Qur’an menggunakan metode sima’ah.
Ia harus mendengarkan ibunya membacakan kalimat per kalimat ayat – ayat al-qur’an. Ia juga menggunakan rekaman suara untuk menghafalkan ayat-ayatnya.
Bahkan ia sampai menangis saat sang ibu tetap memaksanya ketika ia sedang malas menghafal.
“Ketika pertama kali saya membaca Qur’an, saya harus mendengarkan ibu saya ketika beliau mendiktekan kepada saya kalimat per kalimat ayat – ayat Qur’an. Saya juga menggunakan rekaman suara untuk menghafal. Ketika saya sedang malas-malasnya, ibu tetap memaksa saya untuk tetap menghafal, hingga akhirnya saya menghafalkan al-qur’an sambil menangis,” lanjut Isyroqi.
Isyroqi berpesan kepada generasi penerus bangsa untuk selalu bersemangat dalam menghafal Qur’an dan selalu mengimbangi antara usaha dan do’a.
Di akhir perkataannya. Ia juga berpesan agar bukan hanya sekedar menghafal tapi juga lancar dalam menghafal.
“Saya berpesan agar mereka selalu bersemangat dalam menghafal Qur’an, jangan mudah menyerah, dan imbangi selalu antara usaha dan do’a, serta usahakan bukan hanya sekedar menghafal, namun juga lancar dalam menghafalkan al-qur’an,” ujar Isyroqi.