Soal Desakan TGPF Novel, Bibit Samad Minta KPK Tetap Solid
Saat ditanya apakah penting KPK membentuk TGPF ia sendiri tak tahu banyak perkembangan penyelidikan kasus Novel Baswedan.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto angkat bicara soal tidak satu suaranya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada kasus penyidik KPK Novel Baswedan di tubuh KPK.
Ditemui di kantor DPP PSI Tanah Abang Jakarta Pusat, Sabtu (4/11/2017), Bibit mengatakan kesulitan menyatukan suara juga dialaminya saat dulu menjabat di instansi anti korupsi itu.
"Itulah kesulitannya. Kita (KPK) berada di komisioner itu lima orang, kalau di Singapura itu cukup satu orang, jadi keputusan dia keputusan organisasi. Lima orang mau sinkronisasi, pengalaman saya sama juga. Kita sendiri ngotot kan nggak mungkin yang empat orang (memaksakan) akhirnya kita voting, mana yang kuat mana yang merasa berbeda pendapatnya kita hargai keputusan itu, itu kuncinya di situ," kata Bibit.
Baca: YLBHI: Bagaimana Kami Mau Dorong Lembaga Lain Kalau Pimpinan KPK Seolah Tidak Mau Melindungi Novel?
Lanjut dia, KPK yang penting harus menjadi soliditas organisasi untuk bisa lebih baik ke depan.
"Kalau dulu kita di sana baik-baik saja, dan perbedaan di dalam satu organisasi, itu kita selesaikan dengan baik, tepat, kita jaga soliditas organisasi," ujar Bibit.
Saat ditanya apakah penting KPK membentuk TGPF ia sendiri tak tahu banyak perkembangan penyelidikan kasus Novel Baswedan.
"Saya belum bisa menilai perkembangan terakhir perlu ada data untuk perpendapat itu (kasus Novel)," ujar Bibit.
Ia memberikan pesan untuk KPK ke depan agar terus menjaga kesolidan dalam memberantas korupsi.
"Jaga soliditas maju terus berantas korupsi," ujar Bibit.
Sebelumnya, para mantan pimpinan KPK dan aktivis hak asasi manusia mendatangi gedung KPK, Selasa (31/10/2017) lalu.
Kedatangan Abraham Samad, Busyro Muqoddas, M. Yasin, Mochtar Pabotinggi, Bambang Widjojanto, Najwa Shihab, Usman Hamid, Haris Azhar, untuk mendesak penyelesaian kasus penyerangan terhadap penyidik Novel Baswedan.
Diketahui, sudah menginjak hari ke 202 kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan belum menemui titik terang.
"Ada satu persoalan belum ada penyelesaian dan tidak ada tanda-tanda selesai mengenai kasus yang menimpa Novel Baswedan. Masuk hari ke 202, kami berdiskusi, kami sepakat, kasus ini bukan serangan ke pribadi Novel, tapi serangan ke KPK dan serangan ke KPK, sistem pemberantasan korupsi," kata Busyro.