Pakar Hukum: KPK Harus Kantongi Persetujuan Tertulis Dari Presiden Sebelum Panggil Setya Novanto
Andi Irmanputra Sidin menilai KPK harus tetap mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden untuk memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara, Andi Irmanputra Sidin menilai KPK harus tetap mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden untuk memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto.
"Tetap harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden," ujar Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, Senin (6/11/2017).
Alasannya, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 245 (1) menyebutkan;
'Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan'
Baca: Tangkis Penyebaran Konten Porno, Mendikbud: Pelajar Harus Selektif
Namun, berdasarkan putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 yang menguji pasal 245 ayat (1) dalam putusannya menyatakan bahwa frasa "Persetujuan tertulis dari MKD" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "persetujuan tertulis dari Presiden."
Kemudian terhadap Pasal 224 ayat (5) yang berbunyi pemanggilan dan permintaan keterangam kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD .
Berdasarkan Putusan No. 76/PUU-XII/2014, terhadap frasa "Persetujuan Tertulis dari MKD" dalam Pasal 224 ayat (5) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "persetujuan tertulis dari presiden."
Baca: KPK Minta Setya Novanto Tidak Seret Presiden Dalam Kasus e-KTP
Sementara terhadap "Prosedur khusus" yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan bahwa, "dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan UU ini.
Dalam bagian penjelasan pasal 46 ayat (1) : yang dimaksud dengan "prosedur khusus" adalah kewajiban memperoleh izin bagi tersangka pejabat negara tertentu untuk dapat dilakukan pemeriksaan.
Sejauh ini Setya Novanto tidak berstatus tersangka setelah memenangkan Praperadilan terhadap KPK.
Baca: KPK Pilih Pelajari Surat Dari DPR Ketimbang Izin Presiden atau Jemput Paksa Setya Novanto
Sehingga, menurutnya, saat KPK melakukan pemanggilan terhadap Setya novanto, KPK harus tunduk pada pasal 245 ayat (1) jo Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014.