MK Tolak Gugatan Suryadharma, OC Kaligis, Irman soal Remisi Koruptor
Namun demikian, menurutnya, ada satu catatan kritis yang dapat diangkat dari pertimbangan putusan MK ini.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Sipil Pro-Pembatasan Remisi Koruptor (AKAMSI) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU 12/ 1995) yang diajukan oleh 3 (tiga) terpidana perkara korupsi yaitu, Otto Cornelis Kaligis, Irman Gusman, dan Surya Dharma Ali.
Ketiga terpidana korupsi terebut mengajukan permohonan uji materil pada 9 Agustus 2017 dan diputus oleh MK setelah hanya melalui dua kali sidang pemeriksaan pendahuluan.
"Putusan ini harus diapresiasi," ujar Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani kepada Tribunnews.com, Selasa (7/11/2017).
Karena menurut Julius Ibrani, putusan ini secara tidak langsung menguatkan argumentasi bahwa hak narapidana untuk memeroleh remisi bukanlah hak konstitusional.
Melainkan tegas dia, hak hukum yang hanya dapat diberikan jika narapidana memenuhi syarat yang terdapat dalam UU 12/ 1995.
Namun demikian, menurutnya, ada satu catatan kritis yang dapat diangkat dari pertimbangan putusan MK ini.
Baca: Kalla: Kalau Semua Penyebar Meme Diadili Capek Pengadilan
Yaitu, MK tidak memeriksa apakah syarat dasar dari pemohon berupa berkelakuan baik telah terpenuhi atau tidak, sehingga pemohon dapat mendalilkan dirugikan karena tidak dapat remisi.
Diberitakan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan gugatan uji materi pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan terkait aturan pemberian remisi.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh lima terpidana kasus korupsi, yakni Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno.
"Menurut mahkamah dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian Mahkamah menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan pada sidang yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).
Menurut majelis hakim, hak memperoleh remisi adalah hak yang terbatas berdasarkan pasal 14 ayat 2 UU Pemasyarakatan.
Berdasarkan UU itu pula, pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur pemberian remisi.
Sementara, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan merupakan upaya pemerintah untuk memperketat pemberian remisi.