Enam Hal Seputar Pernikahan Putri Presiden Joko Widodo
Pernikahan putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, dan pasangannya Bobby Nasution akan digelar di Graha Sabha Buana, Rabu 8 November 2017.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Pernikahan putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, dan pasangannya Bobby Nasution akan digelar di Graha Sabha Buana, Rabu 8 November 2017.
Upadara pernikahan kali ini agak berbeda jika dibandingkan saat putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, menikah dengan Selvi Ananda.
Pernikahan Kahiyang Ayu dengan lelaki berdarah Batak itu lebih besar jika dilihat dari jumlah undangan mencapai 8.000 tamu dan masih ditambah lagi dengan 7.000 relawan Projo atau Pro-Jokowi.
Selain lebih besar, masih ada beberapa hal lain di seputar mantu kedua Presiden Jokowi ini, seperti dilaporkan wartawan di Solo, Fajar Sidiq, untuk BBC Indonesia.
1. Lebih Repot
Banyak yang membandingkan pernikahan Gibran Rakabuming Raka dengan Selvi Ananda karena pernikahan Kahiyang Ayu ini terbilang lebih besar.
Baca: Panglima TNI Tidak Setuju Pernikahan Putri Jokowi Disebut Mewah dan Mahal
Presiden Joko Widodo sendiri mengakui bahwa pernikahan putrinya ini sekedar lebih repot saja karena sesuai dengan adat Jawa, jika pernikahan di pihak perempuan maka keluarga pengantin perempuan yang punya gawe atau hajatan.
"Nikahkan anak perempuan lebih repot sedikit, persiapan dan prosesinya sama saja. Yang beda kalau anak perempuan itu mantu, kalau saat Gibran itu ngunduh mantu, sudah gitu aja bedanya," kata Jokowi di sela-sela pengecekan kesiapan pernikahan Kahiyang Ayu, Senin (06/11).
2. Adat Jawa klasik
Keluarga Jokowi memilih pernikahan Kahiyang dan Bobby Nasution dilakukan sesuai adat Jawa klasik dengan prosesi pernikahan sudah dimulai sejak satu hari menjelang pernikahan, yakni siraman dan sungkeman lalu dilanjutkan dengan midodareni.
Gibran Rakabuming Raka -sebagai juru bicara keluarga- menjelaskan prosesi siraman pernikahan Kahiyang dengan dirinya juga sedikit berbeda karena prosesi untuk Kahiyang lebih lengkap.
"Ada juga adhang sepisan (menanak nasi pertama kali) dan jetik genih (menyalakan kompor)," kata Gibran kepada para wartawan.