Penyandang Difabel Juga Butuh Pelatihan Keterampilan dan Kesempatan Kerja
Duduk di bangku bambu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri berbincang santai dengan Suwarji dan Supono Duta, dua penyandang difabel (tuna daksa).
Editor: Content Writer
Duduk di bangku bambu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri berbincang santai dengan Suwarji dan Supono Duta, dua penyandang difabel (tuna daksa).
Obrolan santai sambil menikmati hidangan angkringan itu berlangsung di Rumah Bloger Indonesia (RBI), kawasan Jajar, Solo, Jawa Tengah, Selasa malam, 7 November 2017. RBI adalah tempat ngumpul para blogger dan difebel. Pada malam hari, mereka membuka kedai angkringan dan musik akustik.
Malam itu, dengan mengenakan sarung biru dipadu kemeja putih dan bersandal jepit, Menteri Hanif sengaja mampir ke RBI untuk berbincang dengan para difabel. Khususnya terkait akses pelatihan ketrampilan bagi pada difabel, serta perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
Dengan mendapatkan masukan langsung dari para difabel, kebijakan penyediaan akses pelatihan keterampilan dan kesempatan kerja, sesuai dengan yang dibutuhkan.
“Kami punya potensi. Kami juga bekerja. Kami berharap pemerintah memberikan akses pelatihan ketrampilan kerja, ” kata Suwarji yang setiap hari bekerja di sebuah tailor jas.
Kepada Menaker, ia juga berharap, selain pelatihan skill, pemerintah juga diharapkan memberikan akses permodalan dan bantuan alat kerja. Alasannya, dengan keterbatasan fisiknya, banyak penyandang cacat yang lebih nyaman bekerja secara mandiri.
Tentang jenis pelatihan apa yang paling dibutuhkan para difabel di Solo? Suwarji menyebut pelatihan menjahit, IT atau programmer. Atas masukan tersebut, Menaker menyatakan akan menjadikannya sebagai masukan penting dalam pengembangan Balai Latihan Kerja (BLK).
“Karena teman-teman difabel juga berhak mendapatkan akses untuk meningkatkan ketrampilan serta mendapatkan pekerjaan yang baik,” kata Menaker.
Di tengah perbincangan, hadir Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bergabung menikmati angkringan dan music akustik.
Lain halnya masukan dari Aprilian Bima, mahasiswa Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Solo yang juga penderita tuna rungu. Dia dan beberapa rekannya ingin mendapatkan pelatihan ketrampilan membuka kafe. Atas keinginan tersebut, Menaker menawarkan pelatihan barista kepada para penyandang tuna rungu.
“Kemnaker punya program pelatihan barista, dan pelatihan ketrampilan lain untuk memperluas kesempatan kerja,” jelas Menaker.
Melalui bantuan penterjemah bahasa isyarat, Bima mengaku girang dengan tawaran tersebut. “Iya kami mau mengikuti pelatihan menjadi barista,” kata Bima dengan bahasa isyarat.
Keinginan tersebut sejalan dengan rencana Bima yang juga sebagai Ketua Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rung Indonesia (Gerkatin) Solo yang sedang getol mensosialisasikan Bahasa Isyarat Indonesia (Basindo) kepada masyarakat sebagai bahasa komunikasi. Di kafe itu, mereka akan mensosialisasikan Basindo.
Dipenghujung perbincangan, Menteri Hanif menyempatkan belajar bahasa isyarat kepada Bima, lalu foto bersama. (*)