Mengisi Kolom Agama Dengan Keterangan Penghayat Kepercayaan Lebih Baik Dari Pada Menipu
Hal itu bisa diterapkan dengan menganut salah satu dari enam agama yang diakui negara, atau menganut kepercayaan
Editor: Hendra Gunawan
Laopran Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Bagi seorang penghayat kepercayaan, menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, mengisi kolom agama di KTP dengan keterangan dengan informasi yang sebenarnya, jauh lebih baik jika sang panghayat harus mengisinya dengan salah satu dari enam agama yang diakui negara.
Kepada wartawan di Universtias Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Senin (13/11/2017), Arief Hidayat menyebut dengan dasar seperti itu lembaga yang ia pimpin menyetujui gugatan uji materi terhadap uji materi pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi, dengan menyatakan penghayat kepercayaan juga berhak mencantumkan identitas mereka di KTP.
"Misalnya penganut kepercayaan, supaya memperoleh hak politik dicatat di KTP, saya bilang Islam, apa gak mulai kayak gitu aja nipu, itu kan penipuan, pembohongan publik," katanya.
Mengenai bagaimana penerapannya di lapangan, apa yang harus diakomodasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Agama terkait hal tersebut, Ketua MK menyerahkan hal tersebut ke masing-masing pejabat yang berwenang. Ia mengatakan, MK hanya berkepentingan mengakomodir hak para penghayat, untuk mencantumkan identitas mereka.
"Kita prinsip dalam putusan kemarin, kita tidak mau membentuk agama baru, tapi kita harus mengakui bahwa di Indonesia ini ada kepercayaan dan keyakinan," katanya.
Konstitusi mengharuskan rakyat Indonesia mempercayai Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu bisa diterapkan dengan menganut salah satu dari enam agama yang diakui negara, atau menganut kepercayaan yang pada prinsipnya juga percaya nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.