Mengikis Perilaku Pidana Warga Binaan di Lapas Narkotika Cirebon
Belasan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klass II A Narkotika Cirebon, Jawa Barat, sempat terdiam.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Belasan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klass II A Narkotika Cirebon, Jawa Barat, sempat terdiam.
Saat itu Irwan Sabroni yang juga merupakan warga binaan di lapas tersebut, menanyakan arti 'konteks' di siswa di kelas.
Salah seorang siswa kemudian mencoba menjawab dengan jawaban "konteks adalah susunan kata yang dirangkai jadi dua kalimat."
Jawaban tersebut tentu saja tidak tepat, namun tidak ada yang menertawai jawaban itu, dan Irwan Sabroni yang berstatus pengajar di kelas itu juga tidak menegaskan bahwa si siswa telah melakukan kesalahan.
Baca: Fahri Hamzah Tegaskan Jabatan Ketua DPR Tidak Alami Kekosongan
Peristiwa itu terjadi di salah satu kelas 'Criminon' yang digelar di lapas tersebut, Senin (20/11/2017).
Melalui materi yang dikembangkan oleh lembaga nir laba berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat (AS) itu, pihak lapas berupaya mengubah perilaku buruk warga binaan.
Melalui materi tersebut warga binaan diajarkan hal-hal sederhana, yang dianggap bisa mengubah perilaku mereka, sehingga bisa dijadikan modal ketika mereka kembali ke masyarakat.
Hal itu antara lain adalah terkait konfrontasi, pengakuan, penumbuhan kepercayaan diri, hingga mencari kebahagiaan.
Baca: Sandiaga Uno Lantik 861 PNS Baru Pemprov DKI
Saat rombongan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP) menyambangi lapas tersebut, para pengajar materi itu, memberikan demonstrasi mengenai salah satu materi yang diajarkan, yakni mengenai konfrontasi. Di hadapan rombongan BPP, mereka menunjukan bagaimana warga binaan diajarkan untuk tidak berlaku konfrontatif.
Metode pengajarannya dilakukan dengan cara si siswa duduk menatap mata rekan berlatihnya.
Si siswa dilarang untuk bereaksi terhadap apapun yang dilakukan rekannya, dan sang rekan akan berusaha melakukan apapun tanpa kontak tubuh, untuk membuat sang siswa bereaksi.
Salah satu pengjar materi tersebut adalah Edi Saleh Permana (37), terpidana 13 tahun kasus narkoba yang sudah menjalani hukumannya selama enam tahun.
Ia mengakui, tidak mudah memberikan materi kepada warga binaan yang latar belakang pendidikannya berbeda-beda.
Bahkan menurutnya ada siswa yang tidak bisa membaca sama sekali.
Saat memberikan materi kelas selama 2 sampai 3,5 jam kepada warga binaan, tidak jarang siswa tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Bahkan ada siswa yang sampai tertidur saat materi diberikan.
Untuk menangani hal itu, yang dikedepankan para pemateri adalah kesabaran.
"Kalau ternyata meterinya belum diterima dengan baik, ya kita ulangi, sampai akhirnya bisa lulus," terangnya.
Irma Rosdiyanti, psikolog di lapas tersebut, meyakini program yang sudah berlangsung sejak tahun 2004 lalu dengan pesertanya yang sudah mencapai lebih dari 3000 orang itu efektif.
Ia mengaku pernah mendapat siswa yang tergolong pemarah, dan bisa menjadi sangat sabar setelah mengikuti materi.
"Itu dibarengi dengan konseling ya," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Lapas.
Namun demikian, ia mengaku belum pernah menggelar evaluasi yang akurat, untuk mengetahui efektifitas program tersebut.
Pegawai Negri Sipil (PNS) Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) itu mengaku tidak tahu berapa banyak siswanya yang kembali masuk penjara, dan berapa yang bisa hidup normal. Ganjalannya, adalah anggaran.
"Kalau ada anggaran ya bisa-bisa saja," katanya.
"Selama ini sih saya selalu memberikan nomor HP saya, mereka yang berhasil selalu mengabari saya, mereka sudah di mana, dan sekarang kerja apa," ujarnya.
Selain mengikis prilaku jahat melalui materi kelas, seperti sebagaimana umumnya warga binaan, mereka juga mendapatkan kelas tentang keterampilan.
Diharapkan selain sifat-sifat buruknya terkikis, para siswa setelah kembali ke masyarakat, bisa memiliki pekerjaan yang layak. Dengan demikian mereka tidak tergiur untuk kembali melakukan kejahatan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.