BNPT dan PPATK Fokus Dalam Memutus Rantai Pendanaan Terorisme kata Suhardi Alius
Berbagai upaya telah diambil oleh Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya melawan pendanaan terorisme
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Berbagai upaya telah diambil oleh Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya melawan pendanaan terorisme dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
Dimana Indonesia beberapa waktu lalu telah meluncurkan White Paper mengenai pemetaan risiko Pembiayaan Teroris yang terkait dengan jaringan teroris domestik yang berafiliasi dengan jaringan kelompok terorisme Islamic State Iraq and Suriah (ISIS).
Hal tersebut dikatakan Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, saat menjadi salah satu narasumber dalam acara 3rd Counter-Terrorism Financing (CTF) Summit yang dilaksanakan pada tanggal 20-23 November 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Berbicara dalam sesi “Setting the Scene for the Future of TF Response in the Region” yang berlangsung pada Selasa (23/11/2017) kemarin, Kepala BNPT menyampaikan pentingnya meningkatkan kerjasama internasional dalam penanganan terorisme termasuk dalam hal penanganan pendanaan terorisme.
“Begitu risikonya dipahami dengan benar, negara-negara dapat menerapkan tindakan penanggulangan tersebut. Fokus BNPT dan PPATK adalah memutus rantai pendanaan terorisme. Jadi white paper ini adalah upaya kami untuk memecahkan rantai pendanaan terorisme dalam negeri yang berafiliasi dengan ISIS,” ujar Suhardi Alius.
Lebih lanjut Kepala BNPT menceritakan, disadari bahwa ISIS sendiri saat ini menghadapi kekalahan, seperti dapat dilihat pada tahun 2015, dimana ISIS telah meninggalkan kota Tikrit, Irak. Lalu di Suriah, kota Palmyra dan Sinjar bisa diambil alih oleh pemerintah. Sementarara pada akhir 2015, kota Ramadi bisa dikendalikan oleh pasukan koalisi.
Sepanjang 2016 ISIS mengalami serangkaian kekalahan dengan penguasaan kota Mosul Selatan. Pada bulan Juli 2017 aliansi Irak menguasai kota Mosul. ISIS masih berhasil menyebarkan ideologinya melalui media jejaring sosial utama di seluruh dunia (seperti facebook, telegram, twitter dan youtube).
Melalui media sosial ISIS berhasil mempengaruhi kelompok ekstremis, kelas menengah bawah, perempuan dan pemuda tanpa batas.
“Kekalahan ISIS di beberapa wilayah yang mereka kuasai di Iraq dan Suriah serta berhasil diusirnya pendukung ISIS di Kota Marawi tidak berarti menyurutkan ancaman yang bisa mereka timbulkan. Mereka sewaktu-waktu bisa menjadi ancaman nyata mengingat kemampuan mereka beradaptasi dan propaganda masif yang terus mereka lakukan terutama lewat dunia maya,” papar mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini.
Dalam pandangan Kepala BNPT, kekalahan ISIS ini akan menjadi titik awal ISIS untuk mengkonsolidasikan dan mengubah propaganda keberadaannya. “ISIS akan bermetamorfosis untuk membentuk strategi dan gerakan baru, mencari episentrum lain dan juga pemimpin baru setelah Baghdadi,” kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Dikatakan alumni Akpol tahun 1985 ini, aktivisme ISIS bahkan lebih masif di berbagai negara untuk menunjukkan eksistensinya.
ISIS telah berhasil memperkuat basis media sosial yang menargetkan generasi muda yang bisa menjadi amunisi baru untuk melanjutkan misinya terutama di kawasan ini.
“Kekalahan ISIS di Suriah mengakibatkan pelepasan elemen pendukung ISIS yang meluas ke negara-negara asal dan negara untuk menyebarkan tindakan dan ideologi mereka ke seluruh dunia,” jelas pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini
Dalam kaitan ini menurut mantan Kapolda Jawa Barat ini, hubungan kuat antara kelompok dan jaringan yang berafiliasi dengan ISIS di Asia Tenggara telah menyebabkan penyelundupan senjata api, pelatihan, dan pendanaan terorisme yang tentunya akan menimbulkan ancaman yang signifikan di wilayah ini.
Dan untuk memerangi pendanaan terorisme di daerah menurutnya memerlukan implementasi yang kuat dan efektif dalam berbagi informasi antar negara di kawasan ini termasuk kebijakan dengan melakukan tindakan yang lebih konkret.
“Kerjasama penanganan pendanaan terorisme antar negara-negara di kawasan menjadi sangat penting untuk memutus mata-rantai pendanaan aksi-aksi terorisme maupun berkembangnya jaringan teroris,” kata pria yag pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri ini.
Untuk itu menurutnya, dengan menjalin kerjasama yang lebih baik antar negara dan kemitraan yang solid dengan sektor swasta dan masyarakat diyakininya akan dapat secara efektif dalam melawan pendanaan terorisme tersebut.
“Saya sangat optimis dengan hal ini. Indonesia selalu siap dan menyambut baik upaya untuk memperkuat kerjasama internasional di semua tingkat dalam rangka memerangi terorisme dan pembiayaannya,” ujarnya.
Seperti diketahui, pertemuan ini terselenggara atas kerjasama Financial Intelligence Unit (FIU) tiga negara yaitu, Malaysia (Bank Negara Malaysia, Indonesia (PPATK) dan Australia (AUSTRAC).
Pertemuan ini memiliki tujuan untuk untuk meningkatkan pemahaman, koordinasi dan kerja sama pertukaran informasi intelijen antara Financial Intelligence Unit (FIU), instansi penegak hukum, industri keuangan dan akademisi pada tingkat internasional khususnya berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.
Pertemuan ke-3 ini merupakan tindak lanjut hasil dari Sydney Communique (1st CTF Summit 2015) dan Nusa Dua Statement (2nd CTF Summit 2016).