BPJS Kesehatan Alami Defisit, Ini Respon Pimpinan Komisi IX DPR
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay angkat bicara mengenai wacana BPJS tidak biayai sejumlah penyakit.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay angkat bicara mengenai wacana BPJS tidak biayai sejumlah penyakit.
Saleh mengatakan dalam rapat dengar pendapat terakhir (23/11)/2017 antara komisi IX dengan Direksi dan Dewas BPJS Kesehatan, salah satu isu yang paling banyak disoroti adalah persoalan defisit yang melilit BPJS.
Menurut keterangan BPJS kesehatan, salah satu faktor yang menyebabkan defisit adalah membengkaknya biaya pengobatan bagi peserta yang menderita penyakit katastropik seperti jantung, ginjal, kanker, stroke, thalasemia, leukimia, sirosis hepatitis, dan hemofilia.
Untuk pengobatan penyakit tersebut, kata Saleh, BPJS Kesehatan menghabiskan hampir 20 persen dari total anggaran yang ada.
Baca: Anies: Peringatan Peristiwa Kebangsaan Akan Rutin Digelar di Jakarta
Karena itu, BPJS Kesehatan mengusulkan agar penyakit-penyakit katastropik itu dilakukan kebijakan cost sharing.
“Cost sharing adalah berbagi biaya antara BPJS Kesehatan dengan pasien atau keluarganya. Artinya, BPJS mengusulkan agar tidak semua biaya dibebankan kepada mereka. Katanya, cost sharing ini hanya berlaku bagi peserta mampu dan mandiri," kata Saleh melalui pesan singkat, Minggu (26/11/2017).
Menanggapi usulan itu, lanjut Saleh, Komisi IX meminta agar BPJS Kesehatan membuat simulasi pembiayaan dengan sistem cost sharing seperti itu.
Sebab, kebijakan seperti itu tetap akan berimplikasi bagi aspek lain, termasuk kepesertaan dan pelayanan. Bisa jadi, dengan kebijakan itu orang mampu justru pindah ke asuransi swasta.
Kalaupun tetap di BPJS, kata Saleh, tentu mereka menginginkan agar mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan lebih baik.
Baca: Pasca-Erupsi, Gunung Agung Berstatus Siaga
“Karena itu, kami mengusulkan agar BPJS membuat simulasi pembiayaan dengan sistem cost sharing ini. Berapa sebetulnya nilai penghematan yang didapat? Berapa persen bisa menutupi defisit? Bagaimana cara yang akan ditempuh agar masyarakat yang mampu tetap mau menjadi peserta BPJS? Bagaimana cara BPJS kesehatan meningkatkan pelayanan bagi mereka yang membayar lebih ini, dan lain-lain?" tanya Politikus PAN itu.
Ia mengatakan Komisi IX tidak mau jika skema baru ini diterapkan tetapi tidak memiliki dampak.
"Bagaimanapun harus diakui bahwa BPJS kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama dari kalangan kurang mampu. Karena itu, harus dipastikan bahwa BPJS tetap bisa beroperasi sebagaimana harapan semua pihak," kata Saleh.
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus berupaya mencari jalan untuk mengatasi defisit keuangannya.
Yang terbaru, BPJS Kesehatan berencana melibatkan peserta untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing) untuk penyakit yang butuh perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan.
Setidaknya ada delapan penyakit katastropik yang akan dipilih untuk dibiayai dengan skema cost sharing.
Yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia dan hemofilia.
Untuk penyakit jantung misalnya, sepanjang Januari-September 2017 saja ada 7,08 juta kasus dengan total klaim mencapai Rp 6,51 triliun. Pada tahun 2016, ada 6,52 juta kasus dengan total biaya Rp 7,48 triliun.
Bahkan sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, ada 10,80 juta kasus dari delapan penyakit katastropik yang menguras biaya BPJS Kesehatan sebesar Rp 12,29 triliun.
Jumlah itu setara dengan 19,68% dari total biaya pelayanan kesehatan yang BPJS Kesehatan hingga September 2017. "Cost sharing ini harus kami sampaikan supaya masyarakat tidak kaget," kata Fahmi, (23/11/2017).
Meski begitu, Fahmi masih belum merinci porsi pendanaan perawatan (cost sharing) yang akan dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan. Pasalnya, hingga kini BPJS Kesehatan masih menghitung rincian beban yang akan dibagi bersama peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).
Yang pasti, kata Fahmi, cost sharing ini tidak akan berlaku bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan. Cost sharing hanya akan berlaku bagi peserta JKN dari golongan mampu atau peserta mandiri.
Per 1 November 2017 total peserta JKN 183,57 juta orang. Hingga akhir 2017 diperkirakan peserta BPJS 183,13 juta orang.