Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama
Pengembangan public relation menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan integrasi layanan bagi korban.
Editor: Eko Sutriyanto
"Berbagai jenis layanan dari negara memadai, namun masih ada gap besar, apakah semua korban mendapatkan layanan tersebut," kata pria yang akrab disapa Supi tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya mencoba menyusuri layanan dari LPSK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan paling kuat dalam memberikan layanan bagi korban kejahatan.
Baca: Perkuat Teknologi Informasi, LPSK Gandeng Lemsaneg
Karena harus diakui, hingga kini belum ada data secara nasional tentang berapa banyak pemberian layanan, semuanya sangat tergantung tupoksi masing-masing institusi.
Masih menurut Supi, dari data layanan LPSK, pemberian bantuan medis menjadi layanan dengan jumlah tertinggi yang dinikmati para korban dari berbagai tindak pidana, di antaranya pelanggaran HAM berat, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Layanan lain yaitu rehabilitasi psikologis. Sedangkan pemenuhan hak prosedural mengalami penurunan.
Kabar menggembirakan, menurut Supi, yakni dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme di Samarinda.
Ini merupakan kemajuan dan membawa angin segar dalam pemenuhan hak korban.
"Bagaimana dengan korban (kejahatan) lain, mereka juga butuh kompensasi karena restitusi macet," ujarnya.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengatakan, pemenuhan hak korban sulit jika dilakukan secara parsial melainkan dibutuhkan layanan terintegrasi dari berbagai penyedia layanan dan pihak terkait. Lies mengimbau khususnya penegak hukum tidak ragu apalagi takut memperjuangkan hak korban kejahatan.
"Contoh restitusi, kami harap penuntut umum tidak usah ragu karena itu memiliki dasar hukum yang jelas, baik undang-undang maupun peraturan pemerintahnya," tutur Lies.
Dia juga menggarisbawahi tentang pemberian layanan psikososial. Karena tujuan dari layanan ini adalah bagaimana mengintegrasikan kembali korban ke masyarakat sehingga dibutuhkan peran kementerian/lembaga lain, termasuk pemerintah daerah.
"Akan sulit jika LPSK bekerja sendirian dalam pemenuhan hak psikososial bagi korban," ujarnya.