Pengamat Nilai Airlangga Hartarto Sosok Paling Bisa Diterima Semua Faksi di Golkar
Golkar masih diwarnai faksi-faksi di internal partai berlambang pohon beringin itu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Golkar masih diwarnai faksi-faksi di internal partai berlambang pohon beringin itu.
Sehingga, upaya pergantian jabatan Ketua Umum Partai untuk alasan apa pun, niscaya harus melalui proses negosiasi dan kompromi di antara faksi-faksi utamanya.
Menurut pengamat politik dari Departemen Politik dan Paskasarjana Politik FISIP-Unair, Haryadi, faksi-faksi itu untuk saat ini terepresentasi pada figur Jusuf Kalla (JK), Luhut Binsar Panjaitan, Aburizal Bakri, Setya Novanto (Setnov), Akbar Tanjung, dan sebagainya.
Masing-masing memiliki kepentingan dan gerbong ekonomi-politiknya sendiri.
Termasuk diskursus percepatan pergantian posisi Setnov sekarang.
Baca: Pesawat Hercules Bawa 797 Botol Vodka, Ini Klarifikasi TNI AU
Dengan demikian, Haryadi melihat, munculnya Airlangga Hartarto sebagai figur yang paling mengedepan menjadi pengganti Setnov sebagai Ketua Umum Golkar, harus dimengerti sebagai figur yang paling bisa dikompromikan dan paling bisa diterima oleh faksi-faksi utama di partai berlambang beringin.
"Bagi Airlangga Hartarto sendiri, peluang itu tak ditampik. Karena, Airlangga Hartanto memang ingin menduduki jabatan Ketua Umum Golkar," ujar Haryadi kepada Tribunnews.com, Jumat (1/12/2017).
Setidaknya, imbuhnya, dulu Airlangga Hartanto pernah mencoba berkompetisi merebut jabatan Ketua Umum Golkar, tapi kalah oleh Setnov.
Karena Airlangga Hartanto saat ini menjabat sebagai Menteri Perindustrian, maka secara normatif, menurut dia, wajar jika melapor kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal keinginannnya maju sebagai Ketua Umum Golkar.
Baca: Panitia Tegaskan Reuni Alumni 212 Tetap Dilaksanakan di Monas
Di samping itu, kata dia, dengan ekspos terbuka melapor ke Presiden itu mungkin saja Airlangga dan faksi yang mendukungnya ingin mendapat keuntungan politik simbolik dari keberadaan Presiden.
"Jadi, bukan Presiden atau pemerintah yang berinisiatif mengintervensi P-Golkar, tapi sebaliknya Presiden (pemerintah) yang dimanfaatkan oleh Airlangga dan faksi pendukungnya untuk kepentingan kontestasi Ketua Umum Golkar," tegasnya.
Presiden sendiri, sebagai aktor politik, menurutnya, pasti juga berhitung tentang untung-rugi merestui Airlangga sebagai calon Ketua Umum Golkar.