KBRI Kuala Lumpur Latih TKI Bermasalah Menjadi Micro Entrepreneur
Setelah sukses menggelar program 'Saya Mau Sukses' tahap pertama, KBRI Kuala Lumpur kembali meluncurkan program serupa Saya Mau Sukses Tahap Dua.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) khususnya tenaga kerja wanita di Malaysia membuat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur mencari solusi dan memberikan pelatihan keahlian khusus yang dasar.
Setelah sukses menggelar program 'Saya Mau Sukses' tahap pertama pada 11 September 2017, KBRI Kuala Lumpur kembali meluncurkan program serupa Saya Mau Sukses Tahap Dua Yang Diperluas.
Kepala Perwakilan KBRI Kuala Lumpur, Andreano Erwin mengatakan program tersebut diselenggarakan agar para TKIB tersebut tidak kembali lagi ke Malaysia dan bisa menjadi wira usaha di tanah air.
"Pelaksanaan itu sangat sederhana. Kami melihat banyak tenaga kerja informal atau domestic worker dari Indonesia ke Malaysia yang telah bekerja lama di sini dan kalaupun mereka harus kembali karena satu dan lain hal, ujungnya akan kembali lagi ke sini," ungkap Andreano Erwin di KBRI Kuala Lumpur, Sabtu (2/12/2017).
Baca: Puluhan Siswa SD Tiba-tiba Mual dan Pusing saat Ujian Akhir Semester
Menurut Andreano, pihaknya setiap hari setidaknya menampung 80 sampai 100 orang TKI yang bermasalah.
Permalasalahan itu sangat kompleks seperti sakit, tidak menerima gaji, mendapat perlakuan tidak manusiawi dan lain sebagainya.
Setelah dibereskan, mereka kemudian dipulangkan ke Indonesia.
Ternyata para TKI itu kembali lagi ke Malaysia dan akhirnya harus berurusan lagi ke KBRI Kuala Lumpur karena memiliki sejumlah masalah.
Apakah itu karena gaji yang tidak dibayar oleh majikan atau karena kasus-kasus lainnnya.
Karena kejadian yang serupa yang berulang itu, KBRI Kuala Lumpur kemudian mendapati fakta bahwa para TKI itu kembali lagi ke Malaysia karena mereka tidak memiliki keahlian.
Akibatnya, ketika pulang kampung, mereka menganggur karena tidak memiliki pekerjaan dan memilih kembali menjadi TKI.
Baca: Pedesaan di Lereng Gunung Agung Sepi Bagai Tak Ada Kehidupan, Tumbuhan pun Mulai Berguguran
"Kalau mereka diberikan satu keahlian yang mudah saja yang tidak perlu padat modal dan tentunya kita harus kawal dan diberikan modal. Nantinya akan lebih mudah untuk mereka untuk mandiri. Ini ide awalnya," kata Andreano.
KBRI Kuala Lumpur kemudian mulai mengidentifikasi masalah tersebut berikut penjajakan kerja sama dengan berbagai pihak pada Agustus 2017.
Hasilnya mareka berhasil bekerja sama dengan Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) dan Cemara Ayu Sdn. Bhd untuk memberikan pelatihan.
ASEPHI memfasilitasi untuk memberikan pendidikan kerajinan tangan seperti menyulam, menjahit, membuat bungkus tempat tissue, kaos dan sebagainya.
Sementara Cemara Ayu memberikan pelatihan pijat atau spa seperti Traditional Balinese Massage.
"Dilatih lah para ibu ini ada di shelter untuk produksi. Ini salah satu yang diajarkan kepada mereka. oleh Asephi khususnya untuk produksi handricraft," kata Andreano.
Andreano mengakui program ini bentuknya adalah anjuran. Mereka tidak bisa memaksa dan juga tidak mau terlalu berambisi.
Baca: Kisah Perjalanan Hidup Sang Deklarator GAM Hasan Tiro
Sifatnya adalah kesukarelaan dari para TKI untuk mau berubah dan menjadi sukses.
KBRI kemudian menawarkan program itu kepada sekitar 80-100 TKI yang ada di shelter TKI.
Bagi yang berminat, para TKI itu kemudian dilihat minat dan bakatnya. Berdasarkan itulah kemudian mereka dibagi dan diberikan pelatihan-pelatihan.
"Bagi yang memiliki bakat atau kemampuan mereka akan dilatih. Dengan demikian jumlah tidak banyak namun kami percaya sedikit demi sedikit ini akan mengajak TKI di KBRI dan saat ini kami sudah menerima para tenaga kerja yang ditampung di KJRI Johor Baru dan nanti akan menyusul di KJRI Penang, KJRI Tawau, KJRI Kinabalu dan KJRI Kuching," ungkapnya.
Andreano mengakui tahap pertama hanya diikuti oleh sekitar 35 orang. 25 orang mengikuti pelatihan menjahit atau kerajinan tangan dan 10 sisanya mendapat pelatihan traditional Balinese Massage.
Mereka mendapat durasi pelatihan yang berbeda. Mulai dari dua minggu hingga ada yang lima hari. Untuk tahap yang pertama, mereka sudah kembali ke Indonesia ada bekerja misalnya di Surabaya.
Untuk tahap 2, para TKI yang mengikuti yakni 30 orang.
Baca: Apa yang Akan Terjadi saat Kaisar Jepang Akihito Turun Takhta 30 April 2019?
Mereka mendapat pelatihan di KBRI Kuala Lumpur dan selanjut dipulangkan ke Indonesia pada Minggu (3/12/2017) dan mendapat pelatihan lanjutan di Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Ciracas, Jakarta Timur pada Senin (4/11/2017).
Pelatihan itu berlangsung mulai Senin 4 Desember 2017 hingga 15 Desember 2017 dan akan diberikan pelatihan membuat kerajinan tangan dan membuat makanan ringan oleh Yayasan Aliefa Sadina.
Selain itu, para peserta akan diberikan pelatihan mengenai kewirausahaan, manajemen keuangan, pemasaran dan distribusi produk.
Terkait pendanaan, KBRI telah berhasil menjalin kerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Untuk tahap awal, KBRI ingin ada kerja sama semacam induk semang.
Baca: Sepucuk Surat Peninggalan Mahasiswa Gantung Diri: Jangan Disebar ke Sosmed Nanti Tak Cari Terus
KBRI meminta Yayasan Aliefa Sadina yang memberikan pelatihan, kemudian memasarkan produk. Kerja tersebut juga akan berlaku utuk Asephi.
"Mereka ikut melatih dan produk mereka yang akan bantu menjualnya dan menjaganya. Karena tidak mungkin melepasnya begitu saja. Nanti kalau sudah sanggup berdiri sendiri silahkan (bisa mengajukan KUR). Tapi kalau mereka ingin masih dinaungi yayasan ini tidak mengapa," kata Andreano.
Andreano mengatakan biaya pelatihan tersebut akan ditanggung oleh BRI sementara tempat disediakan oleh Kementerian Desa PDTT.
Program 'Saya Mau Sukses' diinisiasi oleh Duta Besar Rusdi Kirana dan terselenggara atas kerja sama antara KBRI Kuala Lumpur, Kemendes PDTT, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, dan Yayasan Aliefa Sadina, dan didukung oleh Bank Rakyat Indonesia.