PSI Dukung Presiden Jokowi Menyikapi Kebijakan Presiden Donald Trump soal Status Yerusalem
Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel menuai kritik dan protes berbagai pihak.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel menuai kritik dan protes dari berbagai pihak.
Kecaman juga datang dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dalam pernyataannya, Presiden Jokowi meminta Amerika Serikat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
Pengakuan sepihak tersebut telah melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, dengan Amerika Serikat sebagai anggota tetapnya. Ini bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia.
“Saya dan rakyat Indonesia, kita semua, tetap konsisten untuk terus bersama dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-haknya sesuai dengan amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Presiden Jokowi di Istana Bogor Jakarta siang tadi.
Baca: Ini 5 Poin Pernyataan Lengkap Presiden Jokowi soal Yerusalem
Terkait hal ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung langkah Presiden RI yang memprotes keputusan sepihak AS tersebut.
"Tindakan AS tersebut dapat merusak proses perdamaian Palestina-Israel yang selama ini terus diupayakan," tegas Sekjen PSI Raja Juli Antoni, Kamis (7/12/2017).
Seperti diyakini banyak pihak, status Yerusalem adalah masalah yang menyangkut seluruh masyarakat internasional. Status Yerusalem selayaknya ditentukan oleh bangsa Israel dan Palestina dalam perundingan di bawah naungan PBB.
Yerusalem adalah kota khusus, karena sakral bagi kaum Yahudi, Kristen, dan Muslim. Menempatkan kota itu sebagai pangkal problem baru sungguh tidak bijaksana.
"Keputusan sepihak jelas menunjukkan tidak sensitifnya pihak AS dalam masalah Israel-Palestina. Setiap langkah seharusnya diambil dengan cermat dengan memperhitungkan semua aspek," ujar Raja Juli.
Menurut Raja Juli, PSI yakin kedewasaan politik diperlukan demi menjaga lilin perdamaian tetap menyala di sana. Komunikasi dan sikap saling respek, bukan keputusan sepihak, sangat dibutuhkan.
"Salah satu bentuk komunikasi itu adalah sidang khusus OKI dan PBB, seperti disarankan Presiden Jokowi, untuk membahas persoalan krusial ini," ujarnya.