Larangan Pernikahan Pegawai Satu Perusahaan Untuk Mencegah Hal Negatif Tidak Relevan
Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal yang melarang pernikahan sesama pegawai satu perusahaan tidak berlaku lagi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi memberikan pengharapan kepada para pasangan kekasih yang menjalin asmara di perusahaan yang sama.
Dalam uji materi Undang-Undang Ketenagakerjaan, Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal yang melarang pernikahan sesama pegawai satu perusahaan tidak berlaku lagi.
Keputusan tersebut diambil majelis hakim usai memeriksa bukti surat/tulisan Pemohon, keterangan tertulis DPR, keterangan lisan dan tertulis Presiden, keterangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), keterangan tertulis PT PLN (Persero), bukti surat/tulisan APINDO, kesimpulan tertulis Pemohon, kesimpulan tertulis Presiden, dan kesimpulan tertulis APINDO).
Berikut adalah pertimbangan Mahkamah terkait uji materi tersebut:
1 Hal itu juga berlaku terhadap hak-hak yang menjadi isu konstitusional dalam permohonan a quo, dalam hal ini khususnya hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang layak dan adil dalam hubungan kerja serta hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2 Mahkamah menilai bahwa aturan tersebut tidak sejalan dengan norma dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 maupun Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) UU 39/1999, Pasal 6 ayat (1) International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, dan Pasal 23 ayat (1) Deklarasi HAM PBB.
Baca: Belum Ada Lobi-lobi Ketua DPR, Sejumlah Nama Digadang-gadang
Pembatasan sebagaimana termuat dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain karena tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dimaksud.
"Demikian pula tidak ada norma-norma moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis yang terganggu oleh adanya fakta bahwa pekerja/buruh dalam satu perusahaan memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan," kata majelis hakim sebagaimana yang dikutip Tribun dari website MK, Jakarta, Jumat (15/12/2017).
3 Mahkamah Konstitusi memandang aturan larangan pernikahan antarpegawai di satu perusahaan untuk mencegah hal-hal negatif tidak relevan.
Alasan tersebut disampaikan oleh Apindo bahwa larang tersebut untuk membangun kondisi kerja yang baik, profesional, dan berkeadilan, serta mencegah potensi timbulnya konflik kepentingan (conflict of interest) dalam mengambil suatu keputusan dalam internal perusahaan.
Terhadap hal tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa alasan demikian tidak memenuhi syarat pembatasan konstitusional sebagaimana yang termuat dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
"Adapun kekhawatiran akan terjadinya hal-hal negatif di lingkungan perusahaan dan potensi timbulnya konflik kepentingan (conflict of interest) dalam mengambil suatu keputusan dalam internal perusahaan, hal tersebut dapat dicegah dengan merumuskan peraturan perusahaan yang ketat sehingga memungkinkan terbangunnya integritas pekerja/buruh yang tinggi sehingga terwujud kondisi kerja yang baik, profesional, dan berkeadilan," kata Mahkamah.
4 Larangan menikah antarpegawai dibuat dalam relasai antara pegawai dengan pengusaha yang tidak seimbang. Sebab pekerja/buruh adalah pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah karena sebagai pihak yang membutuhkan pekerjaan.
Dengan adanya posisi yang tidak seimbang tersebut, maka dalam hal ini filosofi kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak sepenuhnya terpenuhi.
Uji materi tersebut dimohonkan oleh Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara PT PLN (Persero). Lebih dari 300 karyawan PT PLN dipecat karena aturan tersebut.