Geliat Proyek e-KTP yang Menjerat Pejabat Tinggi Negara
Sepanjang 2017, perhatian publik Indonesia tersorot skandal kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP periode 2011-2012.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Kasus ini terbongkar, karena ditemukan sejumlah kejanggalan pada tahap pembahasan anggaran. Kejanggalan dalam proses tender juga sudah tercium oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sejak September 2012.
Ketika itu pemenang tender pengadaan e-KTP sebagai penyedia perangkat keras dan perangkat lunak. KPK menduga ada aliran dana dari pemenang tender ke sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di DPR.
Setelah melakukan penyelidikan, KPK menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, sebagai tersangka pertama kasus korupsi e-KTP, pada Selasa 22 April 2014.
Dia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013. Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebagai tersangka.
Dia bersama-sama dengan Sugiharto, memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang.
Berselang satu bulan kemudian, KPK menahan Sugiharto di Rumah Tahanan Guntur. Sementara itu, Irman ditahan KPK pada 21 Desember 2016. Walau ditetapkan sebagai tersangka, Irman mengajukan surat permohonan sebagai justice collaborator untuk membongkar kejahatan di proyek e-KTP.
Selain itu seiring proses pengungkapan kasus, KPK mengumumkan telah menemukan bukti terkait keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP, pada 8 Februari 2017. Pihak komisi anti rasuah itu mengimbau kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikan kepada negara melalui lembaga tersebut.
“Kami memiliki bukti dan informasi adanya indikasi pihak lain yang menerima atau menikmati aliran dana terkait kasus e-KTP ini. Oleh karena itu, secara persuasif kita sampaikan sebaiknya pihak yang menerima aliran dana tersebut, termasuk sejumlah anggota DPR, melakukan pengembalian uang kepada KPK dalam rangkaian penyelesaian perkara ini. Itu imbauan yang kami sampaikan saat ini," tutur Febri Diansyah.
Berselang dua hari setelah pemberitahuan itu, KPK menerima uang Rp 250 miliar dengan rincian Rp 220 miliar dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp 30 miliar dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya.
Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.
Akhirnya, KPK melimpahkan berkas kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada 1 Maret 2017. Sidang perdana terkait kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta digelar pada Kamis 9 Maret 2017.
Di sidang pertama beragenda pembacaan surat dakwaan, hadir dua orang terdakwa, yaitu Irman dan Sugiharto. Sejumlah nama disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP. Puluhan anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Mereka turut terlibat menerima uang, yaitu mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sejumlah 4,5 juta dollar AS dan Rp 50 juta, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, sejumlah 2,7 juta dollar AS dan Rp 22,5 juta, Ketua Panitia Pengadaan e-KTP, Drajat Wisnu Setyawan, sejumlah 615.000 dollar AS dan Rp 25 juta, Enam anggota panitia lelang, masing-masing sejumlah 50.000 dollar AS.