Ketua Peradi Nilai KPK Jerat Fredrich Yunadi Menggunakan Pasal Karet
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Sapriyanto Refa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan pasa
Penulis: Srihandriatmo Malau
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Sapriyanto Refa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan pasal karet dalam memidanakan kliennya, Fredrich Yunadi.
Fredrich yang merupakan mantan pengacara Setya Novanto, disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Baca: Kementerian PUPR Perkenalkan Program Irigasi Premium Untuk Sawah
"Pasal 21 ini kan pasal karet, pasal yang memerlukan penafsiran," ujar Sapriyanto Refa yang juga pengacara Fredrich kala diwawancarai Kompas TV dalam Kompas Petang, Rabu (10/1/2018).
KPK menafsirkan pasal tersebut ke dalam kasus ini, jelas dia, bahwa Fredrich menghalang-halangi penyidikan Setya Novanto dalam menjalankan tugasnya sebagai pengacara.
"Ini kan soal penafsiran. Kalau KPK punya penafsiran seperti itu, akan berbahaya pada profesi advokat," ucapnya.
Baca: Pertamina Akan Beri Sanksi Terhadap Oknum Pertamina Beri Sanksi Oknum Distributor Nakal
Karena ia juga bisa menafsirkan, apa yang telah dilakukan KPK kepada Fredrich adalah kriminalisasi terhadap profesi advokat.
"Nah, kalau kita saling menafsirkan begini, itu kan akan menimbulkan gesekan antara advokat dan KPK. Karena pasti teman-teman advokat akan bereaksi, karena profesi advokat yang dijadikan tersangka," jelasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengumumkan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana menghalangi penyidikan perkara e-KTP.
Kedua tersangka itu yakni Fredrich Yunadi (pengacara) dan Bimanesh Sutarjo, dokter di RS Medika Permata Hijau.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan korupsi e-KTP atas tersangka SN sehingga meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan," ucap Basaria, Rabu (10/1/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: Daripada Ditenggelamkan, Kadin Sarankan Kapal Penangkapan Ikan Ilegal Diberi ke Nelayan
Sebagai bentuk pemenuhan hak kedua tersangka, lanjut Basaria, KPK telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada Selasa (9/1/2018).
Kedua tersangka juga telah dicegah selama enam bulan kedepan untuk tidak berpergian ke luar negeri, sejak 8 Desember 2017.
Lebih lanjut, dipaparkan Basaria, baik Fredrich maupun Bimanesh diduga bekerja sama untuk memasukkan tersangka Setya Novanto ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan penyidik KPK.
Sebelumnya pada Rabu (15/11/2017) di jam kerja, Setya Novanto diagendakan diperiksa sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi e-KTP yang diduga dilakukan bersama-sama dengan pihak lain, SN tidak hadir dan mengirim surat ke kPK.
Lanjut, malam harinya pukul 21.40 WIB tim KPK mendatangi rumah Setya Novanto di Jl Wijaya XIII, Kebayoran Baru dengan membawa surat perintah penangkapan dan penggeledahan.
Setya Novanto tidak berada di tempat, hingga proses pencarian di rumah tersebut dilakukan pukul 02.50 WIB, Kamis (16/11/2017), Setya Novanto tetap tidak ditemukan hingga diminta menyerahkan diri.
Karena tidak ada penyerahan diri, KPK menerbitkan DPO dan menyurati Kapolri serta ses-NCB Interpol atas nama Setya Novanto.
Malam harinya ada informasi Setya Novanto mengalami kecelakaan menabrak tiang listrik dan dibawa ke RS Medika Permata Hijau.
"Saat di RS, meskipun diakui kecelakaan namun Setya Novanto tidak dibawa ke IGD melainkan langsung ke ruang rawat inap VIP. Sebelum Setya Novanto dirawat, diduga FY telah datang terlebih dulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS," terang Basaria.
Didapatkan pula informasi bahwa dokter di RS mendapat telepon dari seorang yang diduga pengacara Fredrich, bahwa Setya Novanto akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00 WIB dan meminta kamar perawatan VIP yang rencana akan dibooking 1 lantai.
Padahal saat itu belum diketahui Setya Novanto akan dirawat karena sakit apa.
"Penyidik juga mendapatkan kendala ketika melakukan pengecekan informasi peristiwa kecelakaan yang berlanjut pada perawatan medis di RS Medika Permata Hijau," ungkap Febri.
Terakhir KPK menghimbau agar pihak yang menjalankan profesi sebagai pengacara ataupun dokter agar bekerja sesuai dengan etika profesi, dengan itikat baik dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela, serta tidak menghambat atau menghalang-halangi proses hukum yang berlaku, khususnya upaya pemberantasan korupsi.(*)