BNPB Sebut 479 Rumah Rusak di Banten dan Jabar Akibat Gempa Bumi
Sutopo menegaskan, konstruksi bangunan tahan gempa adalah kebutuhan yang mutlak di wilayah Indonesia khusus di Sumatera, Jawa, Bali, dll.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 479 rumah rusak di wilayah Banten dan Jawa Barat sebagai dampak gempa 6,1 SR terjadi di laut pada jarak 43 km arah selatan Kota Muarabinuangeun, Kabupaten Cilangkahan, Propinsi Banten pada kedalaman 61 km, Selasa (23/1/2018).
"Sebagian besar kerusakan rumah dan bangunan akibat minimnya konstruksi menahan gempa," ujar
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Selasa (23/1/2018).
Sutopo menegaskan, konstruksi bangunan tahan gempa adalah kebutuhan yang mutlak di wilayah Indonesia khusus di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Namun kenyataannya masih sangat minim rumah dan bangunan yang dibangun secara khusus mampu menahan gempa.
Akibatnya setiap terjadi gempa dengan kekuatan cukup besar kerusakan bangunan banyak, bahkan menimbulkan korban jiwa.
Sebagai misal, kata dia, dampak gempa 6,9 SR pada 15 Desember 2017 lalu menyebabkan 4 orang tewas, 36 orang luka, 8.860 rumah rusak (1.160 rusak berat, 1.950 rusak sedang, 5.750 rusak ringan), 99 sekolah rusak, 67 tempat ibadah dan lainnya.
Kerugian dan kerusakan akibat gempa mencapai Rp 250,76 miliar, dimana Ro 228,62 miliar adalah kerusakan dan kerugian di sektor permukiman. Untuk memulihkan memerlukan Rp 152,5 miliar.
"Korban jiwa bukan karena gempanya tapi karena bangunanya," jelasnya.
Bangunan yang tidak kuat lalu roboh dan menimpa penghuninya. Gempa adalah keniscayaan. Dalam setahun rata-rata kejadian gempa di Indonesia mencapai 6.000 kali gempa.
Begitu juga gempa di selatan Jawa yang merupakan zona sepi gempa besar. Zona selatan Jawa khususnya dari segmen Pangandaran hingga Pacitan dan Banyuwangi adalah zona seismic gap.
Lempeng Indo Australia dan Eurasia di selatan Jawa ini aktif bergerak rata-rata dengan kecepatan 6,6 cm per tahun. Ratusan tahun tanpa gempa besar sehingga energinya terkunci. Artinya ada potensi yang besar.
Gempa tidak dapat diprediksi secara pasti. Iptek belum mampu memprediksi secara pasti kapan, dimana dan berapa besar gempa akan terjadi.
Oleh karena itu jika menerima informasi akan terjadi gempa bahkan dengan spesifik mengatakan besar, waktu dan lokasi itu adalah Hoax. Jadi jangan ikut-ikutan menyebarkan di medsos.