Tak Terlacak di Singapura, Polri Duga Honggo Gunakan Identitas Lain
Ia pun mengaku sudah berkoordinasi dengan Atase Polri di Singapura atas hilangnya Honggo.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak terlacaknya keberadaan tersangka sekaligus buron kasus korupsi kondensat, Mantan Dirut PT TPPI Honggo Wendratmo, di Singapura diduga Polri lantaran Honggo menggunakan identitas lain.
Hal ini diungkapkan Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2018).
Ia mengatakan terdapat kemungkinan Honggo menggunakan identitas lain. Ia pun mengaku sudah berkoordinasi dengan Atase Polri di Singapura atas hilangnya Honggo.
Baca: Sepasang Oknum Polisi Berbuat Mesum di Toko Kosong, Tak Disangka Ini Dilakukan Suami Si Polwan
"Saya sudah kontak dengan Atase Polisi sana bahwa dia sudah cek tidak ada dokumen yang mendukung bahwa Honggo ada di Singapura," ujar Setyo, Senin (22/1).
Dugaan Setyo didasari tak ditemukannya jejak perlintasan atas nama Honggo Wendratmo, dari Singapura ke negara lain. Ia mengatakan akan kembali mengecek dokumen-dokumen Honggo.
"Tapi kami harus cek lagi, tidak tertutup menggunakan identitas lain. Bisa jadi. Sudah dicek sama Atase Imigrasi kita di sana, informasinya dia sakit di sana, sudah dicek tidak ditemukan, dokumen dia keluar (dari Singapura) ke mana juga nggak ada," katanya lagi.
Sebelumnya, Bareskrim Polri batal melimpahkan barang bukti dan tersangka perkara korupsi kondensat PT TPPI. Alasannya, Polri ingin dalam proses pelimpahan, barang bukti dan tersangka lengkap.
Diketahui ada dua tersangka lain dalam dugaan kasus korupsi ini, yaitu Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah ditetapkan pada 20 Januari 2016, ditemukan fakta PT TPPI telah melakukan lifting kondensat sebanyak 33.089.400 barrel dalam kurun waktu 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011. Negara pun mengalami kerugian hingga 2,7 miliar dollar AS atau Rp 35 triliun.
Para tersangka dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.