Nur Alam Akui Pinjam Rekening dari Pengusaha
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan terdakwa Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif,
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan terdakwa Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif, Rabu (24/1/2018).
Kali ini, seorang pengusaha yaitu George Hutama Riswantyo alias Guntur, menjad saksi untuk Nur Alam. Keduanya merupakan sahabat karib yang kenal sejak lama sebelum Nur Alam menjadi gubernur.
Majelis hakim memeriksa saksi Guntur, yang juga pemilik PT Ginovalentino Bali karena telah meminjamkan rekening pada Nur Alam. Rekening itu, atas nama Sutomo.
"Saksi Guntur bagaimana ceritanya anda buka rekening pakai nama Sutomo?" ucap Jaksa Penuntut Umum KPK.
Diungkapkan Guntur, rekening itu dibuka karena dia berencana membuka usaha batu pecah. Guntur pun membantah yang menyuruhnya membuka rekening adalah Nur Alam.
"Saya dipanggil staf Pak Nur alam, karena dia mau pinjam rekening," jawab Guntur.
Jaksa kembali bertanya apakah Guntur mengetahui adanya transaksi penerimaan Rp 385 juta per bulan sejak Agustus 2014 sebanyak 16 transaksi. Guntur menuturkan itu adalah uang milik Nur Alam. Dia tidak tahu menahu, karena telah menyerahkan buku tabungan pada Sutomo.
Hakim lanjut bertanya apakah Guntur mendapatkan imbalan dari Nur Alam atas peminjaman rekening? Guntur mengaku dia sama sekali tidak menerima imbalan.
Sementara itu, Nur Alam mengamini dirinya meminjam rekening tersebut. Itu digunakan untuk pencairan Axa atas usulan Bank Mandiri.
"Saya akui rekening itu sempat digunakan oleh Bank Mandiri untuk menempatkan dana Axa yang cair. Karena ada masalah, Ban Mandiri diskusi dana dimutasi ke rekening lain. Pak Guntur teman bisnis saya dari zaman dulu. Saya percaya dia," terang Nur Alam.
Dalam sidang sebelumnya, Senin (20/11/2017) Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137. Atau setidak-tidaknya Rp 1.596.385.454.137
Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.