Usulan Dua Jenderal Polisi Isi Kekosongan Gubernur Jabar dan Sumut Tunggu Persetujuan Presiden
Tjahjo mengatakan dirinya berkonsultasi mengenai kebutuhan penjabat itu lantaran tidak mungkin mengerahkan semua Eselon I
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan usulan dua nama perwira tinggi Polri untuk menjadi penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya Wakapolri Komjen Syafruddin melalui Kabag Penerangan Umum (Penum) Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menugaskan Asisten Operasi (Asops) Kapolri Irjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat yang masa jabatannya berakhir 13 Juni 2018 dan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Martuani sebagai Pj Gubernur Sumut yang masa jabatannya berakhir 15 Februari 2018.
Baca: Polisi Tembak Penodong yang Sedang Beraksi di Lampu Merah
Dua nama itu didapat Tjahjo setelah berkonsultasi dengan Kapolri dan Menkopolhukam.
“Saya konsultasi tentang dua nama yang saya butuhkan dengan Kapolri, Wakapolri, dan Menko Polhukam mengenai penjabat gubernur akibat dari Pilkada serentak. Pilkada tahub 2017 lalu saya juga pernah minta hal yang sama, kemudian diberikan Irjen Carlo Brix Tewu untuk Pj Gubernur Sulawesi Barat, tidak ada masalah.”
“Saya sudah usulkan kepada Pak Presiden namun belum ada keputusan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Tjahjo mengatakan dirinya berkonsultasi mengenai kebutuhan penjabat itu lantaran tidak mungkin mengerahkan semua Eselon I di lingkungan Kemendagri untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur di 17 provinsi.
“Nanti Kemendagri kosong kalau seperti itu, apalagi banyak Eselon I yang statusnya Pelaksana Tugas (Plt), belum definitif juga. Kalau ada yang tanya kenapa tidak Sekretaris Daerah (Sekda) nanti bisa diindikasi mengerahkan PNS-nya, TNI atau Polri tidak masalah, diambil dari mana saja yang saya kenal,” tegasnya.
Tjahjo mengatakan bahwa usulan itu diambil atas pertimbangan stabilitas tata kelola pemerintahan daerah di tengah Pilkada yang berlangsung.
“Seperti di Aceh saya tempatkan Perwira Tinggi Polri karena tingkat kerawanan di sana cukup tinggi setelah melihat perkembangan yang ada. Saya bisa petakan kondisi terutama jelang Pilkada usai berkomunikasi terus dengan Polri, Panglima TNI, dan Menko Polhukam,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.