Atasi KLB Campak di Papua, Pemerataan Infrastruktur Kesehatan Perlu Diprioritaskan
Kejadian ini juga menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum menjadi fokus utama pemerintah padahal kesehatan merupakan modal pembangunan SDM
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang melanda Kabupaten Asmat di Papua menjadi bukti ketimpangan infrastruktur kesehatan di daerah.
Pemerintah didesak untuk menangani kejadian tersebut secara komprehensif dengan solusi jangka pendek dan menengah yang tepat sasaran, antara lain percepatan pemerataan infrastruktur kesehatan.
Hingga Rabu Minggu lalu (24/1), wabah campak dan gizi buruk yang melanda dua kabupaten di Papua, yakni Kabupaten Asmat dan Kabupaten Bintang, telah menyebabkan 100 orang meninggal. Kebanyakan dari para korban adalah anak-anak.
“Apa yang terjadi dengan KLB campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, membuka mata kita bahwa ketimpangan pembangunan infrastruktur kesehatan benar-benar terjadi di daerah. Kejadian ini ibarat api dalam sekam yang timbul karena kurangnya perhatian pemerintah di sektor infrastruktur kesehatan,” kata Luthfi Mardiansyah, Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) di Jakarta, Minggu (28/1).
Dia menilai kejadian ini juga menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum menjadi fokus utama pemerintah padahal kesehatan merupakan modal untuk pembangunan SDM bangsa.
“Di sini terkesan kontradiktif sekali. Infrastruktur fisik seperti jalan terus digencarkan, tapi sektor kesehatan justru tertinggal. Padahal, sektor kesehatan juga butuh infrastruktur seperti fasilitas layanan kesehatan,” paparnya.
Baca: Korban Campak dan Gizi Buruk di Agats Meningkat, 70 Anak Meninggal
Luthfi menjabarkan berbagai data yang memperlihatkan rendahnya infrastruktur layanan kesehatan di Papua.
Berdasarkan data Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, rasio tempat tidur rumah sakit di Papua masih relatif rendah, sebesar 1,36 per 1.000 penduduk. Jumlah tersebut di bawah Yogyakarta yang telah mencapai 2,94, DKI Jakarta 2,43, dan Sulawesi Utara 2,28.
Selain itu, jumlah rumah sakit di Papua juga tergolong yang terendah se-Indonesia, hanya mencapai 56 rumah sakit (RS), di bawah Sulawesi 205 RS, Kalimantan 153 RS, Sumatera 603 RS, dan Jawa-Bali 1.349 RS,menurut data Kemenkes 2015.
Karena itu, dia mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan pembangunan infrastruktur kesehatan terutama di daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Sumatera.
“Kita lihat, Pak Presiden Jokowi blusukan sampai ke daerah, bangun jalan trans Sumatera dan trans Papua, mestinya diintegrasikan dengan infrastruktur lain seperti infrastruktur kesehatan. Jadi efek berantai dan manfaat yang dihasilkan lebih besar. Jangan hanya jalan saja. Ini mestinya menjadi inisiatif dari para menteri pembantu Presiden, bagaimana menteri kesehatan membangun fasilitas kesehatan, menteri perindustrian membangun kawasan industri, dan lainnya,” paparnya.
Baca: Tak Jauh dari Ibu Kota, di Tangerang Masih Ada Puluhan Anak Alami Gizi Buruk
Luthfi menilai sungguh disayangkan jika Presiden sudah berlari membangun infrastruktur jalan, tapi para menteri pembantunya kurang sigap menindaklanjuti dengan infrastruktur pendukung lainnya seperti fasilitas kesehatan.
“Mestinya terintegrasi agar lebih efisien dan memberikan dampak lebih luas,” katanya.
Luthfi menilai dalam jangka pendek dan menengah, infrastruktur kesehatan perlu diprioritaskan dengan didukung peningkatan alokasi dana APBN.
Menurut dia, alokasi sektor kesehatan baru meningkat menjadi 5% dari APBN pada 2016, sebelumnya masih di bawah 3,7%.
“Ini juga perlu usaha keras pemerintah untuk meningkatkan anggaran kesehatan serta mempercepat pemerataan di daerah,” jelasnya.
Dia menambahkan jangan sampai kejadian serupa terulang di daerah lain yang saat ini memiliki infrastruktur layanan kesehatan yang minim.
“Bagaimanapun infrastruktur kesehatan seperti RSUD dan Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan pemerintah di daerah. Aksi tanggap darurat bisa difokuskan di sana agar koordinasi penanganan dan pemberianbantuan dapat lebih cepat,” ucapnya.
Berbagai kalangan menyoroti peran pemerintah pusat dan daerah yang dinilai kurang cepat mengatasi KLB campak dan gizi buruk yang melanda dua kabupaten di Papua sehingga menyebabkan 100 orang meninggal.
Lebih disayangkan lagi kebanyakan dari para korban adalah anak-anak.
Di Jakarta, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan sebuah tim untuk segera ke lapangan menyelesaikan masalah ini.
Jokowi juga meminta pemerintah daerah setempat berperan aktif memeriksa dan mengawasi kondisi kesehatan masyarakatnya sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah dengan cepat.
"Pemda yang dekat selalu memantau, melihat, mengelilingi terus daerah-daerah yang diperkirakan terjangkit penyakit, atau gizi buruk," ujar Jokowi.