Politikus NasDem: Ini Bukan Pasal Penghinaan Presiden, Tapi Pasal Melindungi Presiden
Pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP) masih menjadi perdebatan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP) masih menjadi perdebatan.
Mereka yang menolak berdalih pasal penghinaan presiden telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu.
Anggota Panitia Kerja (RKUHP) dari Frkasi NasDem Taufiqulhadi mengatakan terdapat perbedaan pasal penghinaan presiden antara yang dimasukan RKUHP sekarang ini dengan yang dihapus MK 12 tahun silam.
"Sangat beda. Dulu itu kan pasal penghinaan di dalam iklim negara kediktatoran. Kalau ini kita bahas dalam iklim demokrasi," ujar Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (7/2/2018).
Baca: Semua Fraksi Setuju Pasal Penghinaan Presiden Masuk RKUHP
Menurutnya dalam iklim demokrasi pasal penghinaan presiden memiliki batasan.
Batasan-batasan agar tidak ada kesewenang-wenangan tersebut kini sedang dirumuskan.
"Jadi enggak bisa disamakan. Itu berbeda sama sekali. Kita enggak boleh menghina. Masa Kepala Negara kita, kita hina?" katanya.
Adapun kontruksi hukum yang dibangun dalam memasukan pasal tersebut dalam RKUHP yakni adanya pasal yang mengatur penghinaan terhadap kepala negara lain yang berkunjung ke Indonesia.
"Karena menghina kepala negara lain yang berkunjung ke sini itu dipidana. Masa menghina kepala negara sendiri tidak boleh dipidanakan? Ini kan melindungi. Kepala Negara lain kita lindungi, kalau datang ke sini," pungkasnya.
Adapun pasal penghinaan presiden yang dihapus MK pada 2006 silam yakni Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137.
Adapun pasal 134 berbunyi:
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.
Pasal 136 bis menyebutkan:
Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam Pasal 135, jika itu dilakukan di luar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak di muka umum baik lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari empat orang, atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.
Sedangkan Pasal 137 menyebutkan:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencariannya dan pada waktu itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
Sementara itu dalam draf RKUHP pasal penghinaan presiden terdapat dalam Pasal 238 dan Pasal 239 ayat (2) yang berbunyi:
Pasal 238
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori I pejabat.
(2) Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pasal 239
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.